Kamis, 29 Maret 2012

Stay With Me #part 4


Title       :  Stay With Me
Genre   :  Teen, romance
Main Cast :
·         Kirana Queenella Fharesia
·         Bisma Karisma
·         Dicky Prasetya
·         Nesya Geira Syafa
Follow :  @frindaz_tari
Note      :  Semua tokoh di cerbung ini murni hanya khayalan. Fiktif. Jadi, karakter (MS) disini beda dengan karakter di dunia nyata. Jangan disamakan ya..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kiran, si  gadis broken-home. Dia hanya ingin perhatian, kasih sayang—dari orang yang tulus. Tulus, tanpa maksud terselubung.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 “Gue sayang sama elo Ran.. Bener-bener sayang. Gue gak mau kehilangan elo.. Lupain semua yang terjadi di kantin tadi.. Lupain taruhan setan itu. Gue khilaf, sekarang dan selamanya gue bener-bener gak mau kehilangan elo Kirana…” ucap Bisma lirih, namun dapat terdengar jelas di telinga Kiran.
Kiran kembali menatap mata Bisma. Kali ini dengan tatapan teduhnya. Entah apa maksud dari tatapan itu.
“Gue—“ ucapan Kiran terpotong oleh suara teriakan seseorang yang entah darimana asalnya.
 “HEY!! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!”
Suara teriakan dari seseorang yang terdengar sangat berat, tegas, dan galak memecah nuansa ‘panas’ dan tegang di lorong koridor SMA Arghatafia tersebut. Membuat semua mata penghuninya melotot maksimal serta mulut menganga lebar, setelah melihat siapa seseorang itu.
“Gue CEKEK lo!!” pekik Kiran yang masih dalam kurungan Bisma, saat ia mengetahui siapa yang berteriak. Sesaat, mata Bisma yang masih tak berkedip melihat siapa yang meneriakinya itu langsung beralih ke Kiran. Ia menunjukkan deretan giginya yang berbehel, berusaha membuat wajah sepolos-polosnya dihadapan gadis pujaannya.
“Engg.. Ntar gue atasin. Elo tenang aja ya yank!” ucap Bisma dengan cengiran khasnya dan kedipan sebelah matanya, membuat Kiran muak. Tatapan cowok itu kembali tertuju pada seseorang tadi—lelaki—berkacamata—berkacak pinggang—geleng-geleng.
Meski seseorang itu tak ber-ekspresi berlebihan, namun dengan terlihatnya rahang yang mengeras, dapat dipastikan ia sedang geram. Dengan mata yang masih menatap Bisma dan Kiran bergantian—di posisi ‘itu’—di luar kesadaran mereka berdua.
“Bisma Karisma dan Kirana Queenella Fharesia.. IKUT SAYA SEKARANG!!” tak hanya Kiran dan Bisma yang tersentak dengan bentakan pada terakhir kalimat itu, semua penghuni koridor yang tadinya masih diam tak bergerak sontak terkejang massal. Bentakan yang benar-benar membuat siswa-siswi Arghatafia spot jantung.
“I-iya Pak Tomo..” Bisma menyahut dengan sedikit nada gugup, atau.. takut? Sedangkan Kiran masih menatap mantan kekasihnya itu dengan tajam, jengkel, muak. Pokoknya campur aduk jadi satu.
‘Elo bener-bener buat gue susah!!’ rutuk Kiran dalam hati.
Seseorang itu bernama Tomo Budiarto. Guru senior berumur 42th, namun masih segar bugar. Berkepala sedikit plontos bagian atas dan depannya. Ia adalah salah satu Guru Kesiswaan yang menangani Siswa-siswi bermasalah khusus kelas 12—sekaligus tukang ngasih POIN. Di juluki Mr.DAPO oleh seluruh siswa-siswi Arghatafia, yang merupakan singkatan dari ‘Mr.Danger Poin’. Karena semua siswa-siswi yang berhasil masuk ruang BK khusus Pak Tomo, dapat dipastikan mereka akan berhubungan dengan pertambahan POIN atau yang terparah surat Skorsing.
Kiran segera menyentakkan cekalan tangan Bisma di tangannya.  Mereka berdua pun digiring (?) ke ruang Kesiswaan oleh Pak Tomo.

*****

“Sekarang.. Jelaskan!” perintah Pak Tomo saat dirinya, juga dua orang siswa yang tak asing baginya telah duduk di hadapannya.
Kiran hanya menyender santai di punggung kursi yang ia duduki. Sementara mata ungu-kebiruannya melirik tajam ke arah Bisma yang tepat duduk di samping kanannya.
“Ini cuma masalah biasa Pak..” Bisma menyahut dengan nada tenang, namun dalam hatinya ia sudah belingsatan sendiri. Bagaimana bisa seorang Ketua OSIS—kepergok oleh guru Kesiswaan ter-angker, dalam keadaan sedang melakukan sesuatu yang seharusnya ia tak melakukannnya di depan umum—tepatnya di koridor yang ramai.
“Owh, boleh saya tau se-biasa apa masalah kalian sampai-sampai cara penyelesaiannya harus dengan dempet-dempetan di koridor kaya gitu?” tanya PaK Tomo tajam.
“Saya gak bohong Pak. Ini cuma masalah biasa—dan gak penting untuk diketahui oleh Bapak.” Bisma mengucapkannya dengan sedikit melirik ke arah Kiran yang masih dengan santai menyender di punggung kursi. Tak ada reaksi dari gadis itu.
“Ehm.. Se-biasa apa masalah kamu sama Kiran sampai dempet-dempetan kaya gitu?” Pak Tomo mengulang pertanyaannya seolah tak menggubris penolakan penjelasan dari Bisma.
“Saya gak tau apa yang akan terjadi jika saya tidak segera datang. Apa kalian sudah berbuat jauh tadi?” Pak Tomo melanjutkan ucapannya yang terdengar seperti kalimat tuduhan.
Kiran menarik nafas lalu membuangnya cepat. Sudah cukup ia berdiam diri. Gadis itu menegakkan posisi duduknya, seraya menatap datar guru kesiswaan di hadapannya.
“Kita kan udah bilang cuma masalah biasa Pak! Bapak tuh ngerti gak sama Hak Asasi Manusia? Bapak kan guru, pasti taulah tentang adanya peraturan supaya gak ikut campur dalam masalah pribadi seseorang? Apalagi ini bukan hanya masalah satu orang, ini masalah kami Pak. Saya dan cowok ini. Jadi saya mohon dengan sangat Bapak gak usah repot-repot ngurusin masalah kami juga. Sekarang Bapak to-the-point aja deh. Saya mau di skorsing apa gak?” Mata Mr.Dapo melotot sempurna, ia memang telah mendengar seberapa beraninya Gangster cantik di depannya ini dari guru-guru kesiswaan lain, namun baru kali ini ia merasakannya secara langsung. Ucapan gadis bermata khas ini begitu melekat di telinga juga otaknya. Rahangnya mengeras seketika. Kedua telapak tangan yang ada di atas meja kini telah mengepal sempurna.
Bisma yang tak kalah kaget dengan ucapan Kiran hanya bisa melihat gadis itu dengan tatapan tak percaya, dan mulut yang sedikit menganga. Bisma menelan ludahnya sendiri kemudian.
“Bapak kok diem sih? Saya ini bertanya sama Bapak. Saya mau di kasih Poin lagi, atau langsung di skors?” Kiran sedikit geram karena pertanyaannya di acuhkan. Nyatanya, ia memang tak sedikitpun takut dengan Mr.Dapo di depannya ini—yang sukses membuatnya semakin jengkel karena terlalu bertele-tele.
“Kamu gak di ajarin sopan santun, hah?!” balas Mr.Dapo dengan sedikit nada membentak. Bisma semakin geleng-geleng tak tau harus bebruat apa saat ini.
“Lho.. Saya kan tanya baik-baik sama Bapak? Kalo saya gak punya sopan santun, udah dari tadi saya pake bahasa kasar ke Bapak. Sekarang siapa yang gak punya sopan santun, ada orang nanya tapi gak di jawab?” Kiran sedikit tersenyum meledek melihat lawan bicaranya sudah tersungut amarah.
“KAMU BILANG SAYA GAK PUNYA SOPAN SANTUN, HAH?!!” Suara bentakan Pak Tomo menggelegar di semua sudut ruangan kesiswaan khusus kelas 12 tersebut, bahkan juga dapat terdengar hinnga ke luar ruangan—tempat dimana beberapa sekelompok manusia yang mengerumuni daun pintu dengan tujuan bisa mendengar apa yang terjadi di dalam.
Tubuh Bisma menegang sempurna mendengar suara Pak Tomo yang jelas emosi dengan level up. Sementara gadis di sampingnya tak berekpresi, sudut bibir kanannya terangkat. Mencetak sebuah senyuman merendahkan lawan bicara yang jauh lebih tua dari usianya itu.
“Wowoo.. Bukan saya lho, yang bilang begitu Bapak Tomo Budiarto yang terhormat.” Balas Kiran masih dengan nada yang tenang, namun terselip nada mengejek.
`BRAKK`
“CUKUP!! Saya akan membuat surat panggilan untuk orang tua kamu! Besok jam istirahat pertama mereka harus menemui saya!” putus Pak Tomo dengan nada tegas, berusaha untuk tidak semakin terbawa amarahnya. Mendengar keputusan Pak Tomo, Kiran hanya tersenyum kecut. Sementara Bisma menatap khawatir ke arah Kiran. Ia menyadari ada sesuatu yang salah dari ucapan Pak Tomo.
“Bapak lupa, atau pura-pura gak tau? Yang ada kan cuma Tuan Arghawijaya—seorang. Lebih baik Pak Tomo langsung kasih surat itu ke ‘Dia’. Saya sih gak yakin kalo Tuan terhormat seperti Beliau akan peduli sama hal gak penting yang menyangkut saya kaya gini.” tandas Kiran membuat Pak Tomo dan juga Bisma terdiam. Mereka menatap Kiran yang sedang mengalihkan pandangan ke arah langit-langit ruangan itu. Terpaku saat mereka menyadari bahwa gadis itu sedang berusaha untuk menghentikan  matanya yang mulai berkaca-kaca.
Sesaat kemudian semburat senyum miris mulai tergaris di bibir mungilnya. Pak Tomo baru menyadari bahwa dia salah berucap. Lelaki berumur kepala empat itu lupa—bahwa Kiran sudah tak memiliki seorang ibu, yang ada hanya ayah—tak lain adalah Arghawijaya—pemilik SMA Arghatafia.
“Kiran—“
“Keputusannya udah final kan, Pak? Saya mau balik ke kelas, makasih.” Kiran sengaja memotong ucapan Pak Tomo, karena ia tak mau pertahanannya runtuh di depan guru kesiswaan yang terkenal disiplin juga tak pandang bulu ini. Gadis berambut pirang sebahu ini langsung berdiri dari duduknya, dan berjalan menuju pintu ruang Kesiswaan. Sementara Bisma dan Pak Tomo masih terdiam menatap punggung gadis itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Terlintas perasaan bersalah—juga kasihan kepada Kiran, terutama bagi Pak Tomo. Baru kali ini ia merasa tidak enak hati dalam memutuskan hukuman untuk Siswa atau Siswi bermasalah yang di tanganinya. Baru kali ini. Hanya kepada Kiran untuk pertama kali..

*****

`Bruuukk!!`
Seketika  segerombolan siswa—juga siswi yang sedang asyik-asyiknya ‘menguping’ di depan pintu ruangan Kesiswaan jatuh berjamaah (?) saat sang gangster membuka pintu tersebut dari dalam.
“Ngapain?” Kiran mengernyit heran saat melihat segerombolan manusia sedang bertumpukan—saling menindih di sepatu sneakers yang di pakainya.  Tak hanya Kiran yang menatap heran, Pak Tomo dan juga Bisma yang masih dalam ruangan seketika menoleh ke arah pintu dengan pandangan ingin tau.
Segerombolan manusia yang di tatap Kiran buru-buru berdiri dan membenarkan seragamnya masing-masing. Sedetik kemudian, mereka langsung menampakkan gigi mereka secara berjamaah pula. Ber-cengir-ria ketika melihat Kiran sedang memandang mereka satu-persatu dengan tatapan tajam.
“Huuuftt~” Kiran menghembuskan nafas jengkel.
“Guru sama murid gak ada bedanya.” Sekitar 20 orang yang kini berjejer di luar ruangan Kesiswaan menatap bingung Kiran. Bingung dengan ucapannya. Pak Tomo yang di dalam juga dapat dengan jelas mendengar ucapan Kiran. Seketika ia melongok lebih dalam ke arah pintu yang begitu ramai di pengkihatan, namun begitu sunyi di pendengaran. Hanya suara dari gangster cantik itu yang terekspos.
“Gak ngerti HAM. Mau tau urusan orang. Gak ada kerjaan!” tandas Kiran, kemudian langsung meninggalkan mereka semua—temasuk Bisma juga Pak Tomo—yang melongo tak percaya. Mereka geleng-geleng. Kiran emang bener-bener ceplas-ceplos.

*****

“Ehmm.. Pak!” sahut Bisma berusaha memecah keheningan diantara dirinya dan sosok guru angker di depannya. 5 menit berlalu semenjak kepergian Kiran, Pak Tomo masih terdiam. Siswa-siswi yang tadi berdiri di depan pintu ruang Kesiswaan juga masih Stay Cool berdiri dengan tampang innocent, sama sekali tak merasa risih karena telah menguping pembicaraan pribadi itu.
“Pak Tomoooo?” panggil Bisma lagi dengan sedkit keras, dan lambaian tangan di depan wajah Pak Tomo. Bisma sedikit ngeri sebenaranya melakukan hal itu.
“Ehm, yah! Ada apa Bis?” akhirnya roh Pak Tomo yang tadi sempat melayang telah kembali pada raganya. Mendengar respon Pak Tomo, Bisma jadisalah tingkah sendiri. Ia mengusap tengkuknya sendiri.
“Umm, saya—gimana Pak?” Bisma menunjuk sirinya dendiri dengan telunjuk tangan kanannya.
“Gimana apanya?” Pak Tomo masih nggak ngeh.
“Lha, itu—aduh.. Itu loh Pak..” Bisma jadi kikuk sendiri.
“Itu apa Bisma Karisma?!” emosi Pak Tomo mulai naik ke level middle up kembali.
“Sa-Saya gimana hukumannya?” tanya Bisma terbata-bata. Pak Tomo menatapnya sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di dagunya.
“Hmm.. Ya jelas sama kaya’ Kiran-lah! Besok jam istirahat pertama, orang tua kamu atau salah satu dari mereka harus menemui saya.” perintah Pak Tomo akhirnya. Bisma membuang nafas pasrah. Mau gimana lagi? Ia yakin betul, nyanyian sumbang dari sang Mama akan segera di dengarnya saat ia memeberitahu tentang hal ini.
“Hahh.. Yaudahlah Pak..” Ucap Bisma pasrah seiring dengan berdirinya ia dari kursi ‘panas’-nya. Mantan  kekasih Kiran tersebut berjalan gontai ke luar ruangan, merasa tak dapat berharap supaya ada keringanan dalam hukumannya. Apapun, asal jangan panggil orang tua, batin Bisma.
Baru beberapa langkah, suara Pak Tomo kembali terdengar.
“Bisma!” wajah Bisma terangkat, mungkin saja Pak Tomo membatalkan hukumannya itu. Walau terkesan mustahil sih..
“Ya Pak?? Gak jadi panggil orang tua saya ya??” sahut Bisma bersemangat sambil memutar badan, kembali menghadap guru setengah plontos tersebut dengan tatapan berbinar.
Mata Pak Tomo melebar. Segitu PD-nya kah muridnya ini?
“Siapa bilang? Besok orang tua kamu tetap harus menemui saya.” Jawab Pak Tomo tegas. Wajah Bisma kembali murung. Letih, lemas, lunglai.. Persis gejala iklan obat anemia.
“Terus maksud Bapak apa manggil saya?”
Sesaat hening..
Segerombolan manusia yang masih ngintip plus nguping juga tak ada yang bersuara. Penasaran juga sih, kenapa si Mr. Dapo manggil Bisma lagi?

“Saya minta tolong..” jawab Pak Tomo dengan memandang Bisma penuh arti. Bisma semakin gruk-garuk kepala belakangnya. Sama sekali gak ngerti maunya nih guru satu apa?
“Tolong apaan Pak?”
“Kerokin saya yah! Saya masuk angin kaya’nya.” 
“HAH??!”
`Gubrakk`
Segerombolan manusia pingsan berjamaah. Bisma berdiri mematung, menatap Pak Tomo dengan mulut menganga lebar..

*****

Sementara itu, di atap gedung SMA Arghatafia yang berlantai 5.. Terdapat seorang gadis yang tengah duduk di dekat pinggiran pembatas gedung sekolah tersebut. Gadis berwajah oriental itu duduk dengan memeluk kedua lututnya. Mata sipitnya terpejam, wajah putih bersihnya menengadah ke arah langit. Dia Kiran—yang tadi mengaku akan kembali ke kelasnya.
 Cuaca memang sedikit mendung, sehingga paras rupawannya sama sekali tak merasakan panasnya matahari yang tertutupi awan kelabu. Angin berhembus cukup kencang, membawa helai demi helai rambut pirang sebahu yang merupakan sisa-sisa dari ikatan asalnya beterbangan mengikuti arah angin tersebut.
Tanpa ia sadari, air mata mengalir begitu saja membasahi pipi chubby-nya dengan bebas. Tak ada suara, teriakan, atau isakan yang umumnya di keluarkan kaum hawa jika sedang menangis.
Ia diam. Gadis itu diam..
Kiran semakin larut dalam tangisan sunyinya..
Semakin ia mempererat pejaman matanya, semakin ia teringat dalam kelam masa lalunya.
‘Ma.. Kiran gak tau lagi harus gimana ngadapin hidup ini. Kiran udah capek Ma.. Capek! Semua berubah drastis sejak Mama pergi—ninggalin Kiran..’Kiran mengadu dalam hati, seiring dengan aliran air matanya yang semakin deras. Namun tetap tak menimbulkan sedikitpun suara.
‘Maaf Ma.. Maaf.. Kalo aja Kiran gak ngotot—gak maksa Mama buat jemput Kiran, mungkin sekarang Mama masih disini. Masih sama Kiran—juga Papa..’
‘Gue emang bego! Egois! Manja gak mandang situasi!’
‘Andai waktu bisa di putar.. Kiran mau Mama yang hidup. Kiran mau Kiran yang ada di tanah merah itu.. Kiran kangeeenn banget sama Mama.’
‘Kiran gak tau berapa kali Kiran nangis. Maafin Kiran yah Ma.. Kiran gak bisa nepatin janji buat gak nangis lagi. Itu mustahil Ma, Kiran gak mungkin gak nangis setiap Kiran kangen sama Mama.. Kiran kangeenn, jemput Kiran Ma! Kiran mau ikut Mama!’
“Hiks, hiks..” akhirnya isakan itu timbul juga. Kiran sudah tak mampu menahan perihnya saat dirinya butuh seseorang. Yang mengerti dirinya—seperti Mamanya. Gadis itu menelungkupkan kepalanya yang tadi menengadah, kini tenggelam di antara lutut yang di peluknya.
“Kiran??” terdengar suara seseorang di belakang Kiran. Gadis itu tentu mendengarnya, namun ia sengaja tak megangkat kepalanya. Seperti biasa, Kiran berusaha untuk menghapus air matanya dengan gerakan samar dan perlahan yang sampai saat ini menjadi keahliannya dalam  menutupi keadaan di saat dirinya kembali terpuruk.
Sedikit demi sedikit, seseorang yang memanggil Kiran tersebut berjalan semakin mendekat ke arah Kiran yang masih duduk memunggunginya.
Setelah dirasa tak ada air mata lagi yang membasahi pipinya, Kiran menengadahkan wajahnya. Sedikit menoleh ke belakang, untuk mengetahui siapa seseorang itu.
“Wahh.. Ternyata bener sii Gangster cakep! Azeekk.. ” seru Dicky dengan nada ceria, seakan tak ada masalah sedikitpun dalam hidupnya. Cowok imut itu sekarang duduk di samping kanan Kiran. Sementara Kiran sendiri hanya melengos, membuang nafas pasrah saat melihat Dicky.
“Sendirian disini?” Dicky membuka percakapan dengan pertanyaan yang basi menurut Kiran.
“Elo buta?!” balas Kiran sinis. Dicky yang memang sudah kebal dengan sikap jutek Kiran, hanya menanggapinya dengan tertawa kecil.
“Are you crazy?!” Dicky semakin lebar tertawa melihat wajah sinis Kiran.
“Ya.. I’m crazy—because of you..” goda Dicky. Bukannya tersenyum malu, Kiran malah menjitak kepala Dicky.
`Takk!`
“Auww.. Sakiit Raann..” rengek Dicky seperti seorang balita—sambil terus mengusap bagian kepala yang dijitak Kiran. Menatap gadis itu dengan tatapan memelas. Namun Kiran masih tak menanggapinya, ia menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong. Dan Dicky dapat dengan mudah membaca itu.
“Waeyo? (kenapa?).” nada bicara Dicky berubah menjadi lembut dan serius. Sifat bercandanya kini mendadak hilang entah kemana.
Kiran pun tersentak, ia menoleh ke arah Dicky sekejap. Lalu kembali menatap lurus ke depan.
“Nothing..”
“Don’t lie to me..” pinta Dicky, sekarang Kiran dapat mendengar jelas nada khawatir dari ucapan siswa baru ini.
“Be honest Kirana.. I know you have a problem now.” Dicky mengangkat tangan kanannya, ia memegang dagu Kiran pelan—menolehkan wajah Kiran untuk menatapnya.
Kiran tertegun selama beberapa detik. Namun saat ia sadar, ia langsung menepis pelan tangan Dicky. Gadis itu lagi-lagi menatap lurus ke depan. Seolah pemandangan hampa di depannya lebih menarik daripada menatap Dicky—menatap matanya.
I'm not lying to you.. I don’t have a problem now Dicky..” Dicky terdiam, mendengar kalimat itu dari mulut Kiran. Dicky menatap cemas Kiran, bukan berarti ia percaya sepenuhnya dengan ucapan Kiran tadi.
“Stop look at me like that!” ketus Kiran yang menyadari tatapan Dicky. Dicky pun terkekeh.
“Owh.. Come on Kirana. Although we'd just met, but for some reason I've felt that I've known you for a long time. In spite of myself, I feel there is something wrong in you’re self. Although I don’t know what it is, but I'm sure you must be strong. (Owh.. Ayolah Kirana. Meski kita baru aja kenal, tapi gue gak tau kenapa gue ngerasa kalo gue udah kenal elo dari dulu. Tanpa gue sadari, ngerasa ada sesuatu yang salah di diri elo. Meski gue gak tahu apa itu, tapi gue yakin elo pasti kuat)” Kiran terdiam mendengar ucapan Dicky. Sementara mata Dickymasih setia untuk memperhatikan Kiran.
“Berentiin omongan gak penting elo sekarang.” ucap Kiran akhirnya dengan nada yang kembali ketus.—membangun topeng itu lagi. Dicky tertawa sinis.
“Neo jeongmal yeppeuda. (Elo cantik banget.)” goda Dicky tiba-tiba. Entah apa maksudnya, namun ia hanya ingin keluar dari pembicaraan yang terkesan terlalu jauh tadi—untuk ukuran orang yang baru kenal.
Kiran mengernyit. Maksudnya apa lagi ni bocah?
“Stop it!” Kiran geram. Dipikirannya, Dicky seperti berkarakter ganda. Dengan cepat cowok itu berubah menjadi karakter awal. Ceria, suka ngegodain.
“Hahaha.. You’re so cute beibh..” Dicky mencolek dagu Kiran. Kiran bergidik sambil berusaha menjauh dari duduknya Dicky.
“Ihh, bisa masuk RSJ gue deket-deket sama elo!” umpatnya membuat Dicky semakin ngakak. Cowok itu tak dapat lagi menahan tawanya yang meledak-ledak. Ia sangat suka melihat ekspresi ngeri Kiran. Tambah imut, batin Dicky.
“Hahahaha.. Muka elo pengen gue bekep Ran!”
`TAKK!`
Seketika Dicky meringis saat mendapat pukulan yang cukup kencang di ubun-ubunnya. Kiran tersenyum mengejek.
“Ada juga muke elo yang gue jadiin bemper mobil. Kunyuk!!” Kiran langsung berdiri, dan belari meninggalkan Dicky yang masih meringis.
Sesaat kemudian..
“Lha? Gue di tinggal lagi? LAGI?!! Innalillaahhh….”

*****

To be continued..

Stay With Me #part 3


Title       :  Stay With Me
Genre   :  Teen, romance
Main Cast :
·         Kirana Queenella Fharesia
·         Bisma Karisma
·         Dicky Prasetya
·         Nesya Geira Syafa
Follow :  @frindaz_tari
Note      :  Semua tokoh di cerbung ini murni hanya khayalan. Fiktif. Jadi, jangan protes kalo karakter (MS) disini beda dengan karakter mereka di dunia nyata. Jangan disamakan ya..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kiran, si  gadis broken-home. Dia hanya ingin perhatian, kasih sayang—dari orang yang tulus. Tulus, tanpa maksud terselubung.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Udah, gak penting juga kan mesti mikirin dia?! Ayok ke kantin! Gue laper!” lanjut Kiran lagi seraya berdiri, dan mengenggam tangan kanan Dicky. Menggandengnya dengan santai untuk keluar dari kelas, dan menuju ke kantin indoor. Meninggalkan Bisma yang masih menatap mereka dengan amarah yang memuncak.
`BRAKK!`
Bisma menendang semakin kasar meja di hadapannya.
“GUE SAYANG SAMA ELO KIRAAAANNNNN!! ARGGHHH!!” Bisma semakin menggila, ia teriak dan menghantam berkali-kali meja itu. Melampiaskan semua amarahnya. Perasaan cemburunya.
“Hh-Hh!! Gue bener-bener sayang sama lo!!” Bisma terduduk kembali di kursinya seraya menjambak rambutnya secara kasar, dengan nafas tersengal-sengal. Benar-benar seperti orang kesetanan. Frustasi karena gadis itu.
*****

“Tuh cowok siapa sih Ran?” tanya Dicky saat ia telah kembali dari counter untuk memesan makanan dan duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi Kiran. Mereka  sudah berada di kantin indoor yang bernuansa seperti Café. Mereka duduk di meja sisi kiri paling pojok, karena hanya meja itu yang belum terisi. Pertanda bahwa saat ini kantin yang diberi nama Arghatafia’s Café oleh siswa-sisiwi SMA Arghatafia tersebut sedang ramai.
Kiran hanya diam sembari mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja, serta memutar bola matanya yang berarti ia malas untuk menanggapi pertanyaan dari Dicky. Dicky pun menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan mendapat respon sedemikian rupa dari gadis di depannya ini. Ia termasuk pemuda yang berkarakter pantang menyerah. Ia pun berusaha menampakkan senyum manis dan tatapan polosnya lagi.
“Jagiya.. (Sayang..), liat gue..” pinta Dicky dengan nada merayu dan sangat menggoda, membuat Kiran yang mendengarnya jadi muak.
“Wae?  (Apa?)” balas Kiran singkat serta menatap malas namja imut didepannya ini. Dicky tersenyum senang, lalu men-serius-kan kembali mimic wajahnya.
“I salam-eun nugunya? (Siapa tuh cowok?)
“Eotteon geojyo? (Yang mana?)” Kiran pura-pura tak tahu maksud dari pertanyaan Dicky.
“Sueob ieossseubnidaaa.. (Yang dikelas ituuu..)” Dicky sedikit kesal. Ia pun tahu bahwa sebenarnya Kiran hanya pura-pura tak tahu maksudnya.
“Oh.. Tanya aja sama dia. Naege mudji mal-ayo. (Jangan tanya gue.)” Jawab Kiran dingin. Ia memainkan tusuk-tusuk gigi yang tersedia di meja itu.
Dicky mengernyit, merasa ada yang disembunyikan.
 “Terus kenapa dia kaya’ gak suka gitu ngeliat gue? Atau karena gue ada di deket elo? Dangsingwa geuwauigwangyeneun mueos-ibnikka? (Apa hubungan elo ama dia?)
Kiran membuang nafas pendek. Meletakkan tusuk gigi yang di mainkannya, lalu menatap tajam mata Dicky.
“Elo salah orang kalo nanyain tentang tuh cowok ke gue. Gue kan udah bilang dari tadi.. Geue daehae naege mudji mal-ayo! (Jangan tanya tentang dia ke gue!) Meog-eul manhan uiyog do eobs-eo! (Gue jadi gak nafsu buat makan!)” ketus Kiran. Tanpa banyak bicara lagi, ia segera berdiri. Dan pergi meninggalkan Dicky yang terbengong-bengong.
“Eh, eh Ran! Kiran!” Dicky berteriak memanggil gadis itu, namun Kiran sama sekali tak menghentikan langkahnya untuk meninggalkannya.
“Gue salah ngomong yah? Lah.. kok gue jadi ditinggal gini??” gumam Dicky dengan wajah polos sambil garuk-garuk kepala belakangnya.


*****

“KIRAAN!” Kiran menghentikan langkah kakinya, lalu membalikkan tubuhnya. Ia sangatkenal suara itu. Suara lengkingan cewek, khas seseorang. Velyn. Satu-satunya cewek di SMA Arghatafia yang berani dan tak sungkan untuk menunjukkan perhatian, juga perilaku layaknya seorang sahabat kepadanya—meski Kiran hanya diam tak menanggapi semua itu.
“Huuhh, huhh, hahh..” Velyn berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Padahal hanya sekitar 3meter ia berlari untuk menghampiri Kiran yang hanya diam mematung tanpa ekspresi.
“Katanya gak mau ke kantin? Tadi gue liat elo sama cowok, itu siapa?.. Eh, Tapi tadi gak jadi makan yah? Kenapa?” cerocos Velyn yang merasa kebingungan. Tadi, saat ia sedang menikmati baksonya bersama siswi lainnya, memang ia melihat Kiran datang bersama seorang cowok. Mereka duduk bersama, namun tak lama kemudian Velyn melihat Kiran berdiri dan pergi meninggalkan cowok itu. Nah, saat itulah Velyn yang juga telah selesai makan berpamitan kepada siswi yang tadi bersamanya, dan segera mengejar Kiran yang ternyata berjalan menuju kelas mereka.
“Gue gak laper. Namanya Dicky.” Jawab Kiran seadanya, seraya kembali memutar badannya lagi dan melanjutkan langkahnya. Velyn berusaha mensejajarkan langkah Kiran yang sedikit lebih cepat dari dirinya. Velyn memang terkenal sebagai cewek lelet, dan cepet capek. Sangat lemah dalam bidang olahraga. Berbeda sekali dengan Kiran yang sangat jago bermain Basket. Ia mengikuti ekstrakulikuler yang rata-rata dilakukan para cowok. Dalam taekwondo, ia telah berhasil meraih sabuk hitam. Wouw :o
“Ooo.. Cakep yah Ra? Anak baru?” Kiran hanya melirik Velyn, lalu mengangguk. Kiran tahu, sepertinya Velyn tertarik kepada Dicky.
“Loh, loh Ran! Elo mau kemana? Ini kan kelas kita?” teriak Velyn saat melihat Kiran masih meneruskan langkahnya, melewati kelas mereka. XII IPA 1 tempat Velyn berdiri sekarang.
Velyn melongo, melihat Kiran berbalik dan berjalan dengan cengengesan ke arahnya. Menampakkan jejeran gigi putihnya yang rapi. Semakin membuat paras cantiknya memancarkan aura ceria yang jarang sekali Velyn juga semua orang melihatnya.
“Kelewat yah?” tanya Kiran dengan senyuman menawan dan tampang polosnya. Velyn tak mampu menjawab, ia masih melongo tak percaya.
“Ran? Ini elo? Kirana Queenella Fharesia?” ujar Velyn seraya menyentuh kedua pipi Kiran dengan kedua telapak tangannya. Refleks, Kiran langsung menepisnya.
“Apaan sih? Elo ngomong apa?” Kiran bertanya balik. Ia mengernyit melihat ekpresi Velyn saat ini. Apa yang salah dari dirinya?
“Engg.. Gue gak mimpi kan?” Velyn masih terperangah.
“Apa sih Vel?” Kiran mengernyit kesal. Velyn mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha untuk mengembalikan kesadaran.
“SUMPAH! Elo cakeeeeeepppp banget kalo lagi ketawa! Cengengesan gitu!” histeris Velyn dengan mata bulat yang berbinar-binar, dan kesepuluh jari tangannya yang menyatu di depan dadanya. Bagaikan anak kucing yang menemukan induknya.
“Ck!” Kiran berdecak jengkel.
“Gue aja yang cewek terpesona ama elo kalo kaya’ tadi Ran, apalagi para cowok-cowok.. Hmm, elo tuh emang pantes jadi Primadona-nya SMA ini Ran!” Mata bulat Velyn semakin berbinar.
“Babo. (Bego.) Lebay!” tandas Kiran dengan ekspresi yang kembali ke asal-nya, lalu melangkah masuk kedalam kelasnya. Velyn langsung cemberut mendengar umpatan Kiran. Sebenarnya ia tak se-pandai Kiran dalam berbahasa, apalagi di luar bahasa Indonesia. Namun, sedikit-sedikit ia tahu arti dari kata-kata umpatan dengan bahasa korea yang sering Kiran keluarkan jika ada yang mengganggunya.
“Ikh.. Dipuji juga! Malah dikatain.. Ya tuhaann.. kuatkanlah dirikuuu..” Velyn berbicara sendiri, lalu mengangkat kedua telapak tangannya di depan dada, dan dengan mata yang secara bergantian menatap punggung Kiran, juga menatap langit-langit kelas. *nyari cicak ya mbak? :b*
Bel tanda berakhirnya istirahat kedua akan berbunyi sekitar 10menit lagi. Wajar saja, ketika Kiran masuk ke dalam kelas, sudah ada beberapa teman sekelasnya yang tengah berkumpul. Terutama para cewek-cewek biang gossip. Sekitar 4orang cewek yang berkumpul di tengah sisi kelas.
Mendengar langkah sepatu snaker khas Kiran, mereka langsung menoleh dan  menatap Kiran lalu berbisik-bisik kecil antara partner gossip satu dengan partner yang lainnya. Entah apa yang mereka bicarakan tentang Kiran, seperti biasa.. Gadis brandal itu hanya berjalan dengan langkah cueknya menuju tempat duduknya.
DEG!
Tatapan mata ungu ke-biruan milik Kiran kembali beradu dengan mata cokelat pekat milik Bisma.
Bisikan para gossip-ers semakin kencang melihat kejadian itu. Meski Kiran diam, ia dapat mendengar jelas bahwa namanya dan cowok yang menatapnya saat ini sedang menjadi topic utama salah satu grup gossip-ers tersebut.
Sebenarnya, rata-rata mereka membenci Kiran. Eumm.. lebih tepatnya mereka IRI. Mengapa? Karena Kiran adalah siswi yang sangat berprestasi, khususnya dalam bidang olahraga dan akademik yang berhubungan dengan bahasa. Kiran telah banyak mendapatkan piala dari berbagai jenis olahraga yang disukainya. Basket, Taekwondo, dan Renang. Selain itu, ia juga telah menjuarai olimpiade Bhs. Inggris dan Korea tingkat SMA se-Jakarta. *hebat.. prok-prok :D*
Apalagi dengan adanya kejadian 4bulan yang lalu, Para gossip-ers patah hati setelah menyaksikan langsung bagaimana proses ‘Pernyataan Cinta’ Bisma yang terjadi di Arghatafia’s Cafe.
Memang, Bisma adalah one of the MOST-INTERESTING in SMA Arghatafia, yaitu siswa yang di idam-idamkan para cewek. Jago-nya ngedance, ketua tim Basket SMA Arghatafia yang terkenal karena sering memenangkan pertandingan melawan SMA lain, apalagi sekarang ia telah menjabat sebagai Ketua OSIS SMA Arghatafia. Oh ya.. Jangan sampai terlupakan, dalam ekstra Taekwondo dan Judo yang digelutinya, Bisma juga telah meraih sabuk HITAM—sama seperti Kiran—dalam taekwondo.
“Ih.. liat tuh.. Sebenernya si Kiran tuh serius gak sih sama omongannya tadi di kantin?” bisik cewek 1, bernama Elsa. Berperawakan agak gemuk namun kulitnya putih bersih, Chinese.
“Lha, emang tadi dia ngomong apaan di kantin Sa? Gue gak sempet nonton tadi..” balas cewek 2, cewek berambut sebahu ala Dora, perawakan kecil, bernama Lira.
“Akh eloo, sayang banget gak liat. Tadi si brandal itu sempet bilang kalo dia udah muak ama Bisma plus Reza..” jelas cewek 3, bersifat judes sok-jago, namun di depan Kiran ia menunduk *halah.. cemen lu --*. Bernama Sherly.
“Terus, terus?” cewek 4 nyaut, yang ini agak kalem, Cuma ikut-ikutan. Namanya Rina.
“Ya gitudeh.. marah besar tadi Kiran, si Nesya sempet ditonjok ama tuh cewek. Ngerri benner..” Dora bergidik.
“Iya.. tapi kaya’nya omongan Kiran yang bilang udah MUAK ama Bisma itu boong deh.. Noh, liat aja mereka berdua tatep-tatepan gitu.. envy gue..” sahut Elsa, namun masih dengan volume pelan. Berbisik seraya melirik Kiran yang masih berdiri dengan mata yang beradu tajam melawan mata Bisma yang kini berada dengan jarak sekitar 2meter dari dirinya dengan posisi duduk.
“Yee.. gue juga envy kalii..” balas Sherly, diikuti dengan anggukan dari Lira dan Rina pertanda sependapat dengannya.
“Husss!! Ngomongin apa kalian?! Dasar Babo!” bentak Velyn yang tiba-tiba telah berada di belakang Kiran, dengan pandangan tertuju kepada para gossip-ers. Ia langsung mempraktekkan ‘kata’ khas yang tadi Kiran katakan. Para gossip-ers langsung menunduk, diem, mengkerut. *emang apaan?* Melihat reaksi mereka, Velyn tersenyum bangga, dagunya terangkat keatas.
‘Huah! Hebat banget gue bisa ngebentak pake bahasa korea. Meski cuma satu kata. Yang penting Korea xD’ batin Velyn dalam kepuasan tersendiri. *Yaelah mbak, gue Cuma bisa geleng-geleng liat lo*

Tiba-tiba…
Bisma berdiri dari duduknya, dan berjalan ke arah Kiran. Mengetahui itu, Kiran hanya berfikir bahwa Bisma hendak pergi keluar kelas. Ia pun melanjutkan langkahnya menuju tempat duduknya. Para gossip-ers dan Velyn jadi gelisah sendiri. Melihat Bisma dan Kiran yang berjalan semakin mendekat, dekat, dan dekat. Semakin terkikis jarak antara mereka berdua dengan langkahan kaki dari keduanya yang berlawanan arah.
Hingga akhirnya saat Kiran berada tepat disamping kanan Bisma, diluar dugaan Kiran.. Ia pikir Bisma akan melewati begitu saja dirinya. Namun, Bisma malah mencekal tangan kanan Kiran, membuat gadis itu menoleh dan menatap tajam ke arahnya.
“Ikut gue..” ujar Bisma pelan, tegas, dan dingin. Kiran berontak, susah payah ia berusaha melepaskan cekalan tangan Bisma di pergelangan tangan kanannya, menggunakan tangan kiri-nya yang bebas.
“Lepasin!!” bentak Kiran sambil terus memberontak. Namun sia-sia, ia akui kekuatan tangan Bisma memang melebihi dirinya, meski kekuatannya lebh dari gadis seumurannya.
Bisma semakin mempererat cengkramannya, membuat Kiran sedikit terlihat meringis kesakitan. “Gue bilang, ikut gue!” Bisma menarik paksa Kiran keluar kelas. Kiran sama sekali tak dapat berbuat apa-apa. Ia juga sangat terkejut dengan kejadian ini, sebelumnya—tak pernah Bisma bertindak kasar terhadap dirinya, dan itulah yang membuatnya menerima Bisma menjadi kekasihnya—dulu.
Para gossip-ers dan juga Velyn yang masih berdiri, melongo. Mereka menatap tak percaya, sekaligus bingung dan penasaran. Apalagi para gossip-ers.
“Wahh.. mau dibawa kemana tuh Kiran? Jangan-jangan…” ucapan Lira dipotong cepat oleh Velyn.
“HEH BABO!! Kalian ini kagak ada kerjaan laen apa?! Ngomongin oraaaaang terus, liat donk diri kalian sendiri. Udah oke apa kagak tuh hidup?!” bentak Velyn yang masih sok-sok-an nyempilin satu kata yang didapatnya dari Kiran 3 menit yang lalu itu -.-
Para gossip-ers berpadangan satu sama lain. Pandangan mereka seolah bertanda bahwa mereka tak terima dibentak lagi sama cewek berdarah Jerman-Sunda ini. Mumpung gak ada si Kiran nih, batin mereka kompak.
“Woy! Enak aja elo bentak-bentak kita. Elo tuh siapa sih hah? Temen bukan, apalagi sahabat Kiran. Jangan harap kita bakal takut ama elo sekarang. Kiran udah keluar, elo gak ada perisai!” Sherly, salah satu dari mereka berempat yang memang bersifat judes berdiri, dan membentak balik Velyn. Membuat Velyn naik pitam, lalu melotot ke arah  Sherly yang sekarang sudah berdiri berhadapan dengan dirinya.
Velyn mendorong tubuh Sherly secara tiba-tiba, refleks karena diluar pemikirannya, Sherly terkejut dan jatuh terduduk kembali di kursi yang ia duduki tadi. 3 temannya langsung panik melihat tindakan Velyn, mereka menatap Velyn tajam.
“APA?! GAK TERIMA, HAH?!! INGET YAH, KIRAN EMANG GAK PERNAH ANGGEP GUE SOHIBNYA, TAPI YANG PASTI,  GUE LEBIH DIPERCAYA SAMA DIA DIBANDING KALIAN SEMUA!!” emosi Velyn benar-benar telah mencapai puncaknya. 
“ Sekali lagi kalian ngomong yang engga-engga tentang gue, APALAGI KIRAN! Gue jamin, ARGHAWIJAYA gak segan-segan buat keluarin kalian berempat dari SMA ini!! Siap-siap di-tendang Kiran deh kalian kalau masih punya mulut kaya’ tikus gini! Inget yah, kalau gue aduin ke Kiran, itu berarti gue juga udah aduin ke Arghawijaya. Dan gue harap kalian gak amnesia buat nginget siapa itu Kiran-siapa itu Arghawijaya.” ancam Velyn panjang lebar dengan wajah super emosi, membuat para gosip-ers itu mati kutu mendengar ancamannya.

*****

“LEPASIN BEGO!!” emosi Kiran sudah mencapai puncaknya. Bisma menarik tangannya dengan sangat kasar, sepanjang koridor yang dilaluinya tadi, ia hanya meringis kesakitan dan sukses menjadi sorotan semua siswa-siswi yang tengah berada di koridor tersebut, sebelum akhirnya ia menghempaskan cekalan tangan Bisma dalam sekali hentakan kuat.
Segera Bisma membalikkan tubuhnya, dan menghadap Kiran yang kini masih meringis kesakitan sambil mengusap-usap pergelangan tangannya yang benar-benar sakit dan berwarna merah. Terlihat jelas mimic wajah Bisma berubah menjadi khawatir melihat akibat dari cekalannya di tangan gadis yang dicintainya itu.
“ELO MAU APA HAH?!!” bentak Kiran dengan mata yang tanpa sungkan menatap penuh amarah cowok di depannya ini. Belum cukup apa dia menjadikan Kiran sebagai cewek taruhan? Dan sekarang mau ngasarin pula?
“Please.. Ikut gue, gue mau ngomong sama elo, tapi gak disini..” pinta Bisma dengan suara pelan. Ia menatap teduh mata Kiran. Membuat Kiran terdiam. Sesaat ia kembali teringat tatapan mata itu, tatapan yang selalu Bisma berikan setiap hari—dulu. Yang membuat ia selalu merasa nyaman bersama Bisma.
Kiran menjerit dalam hati. Enggak, gak boleh! Elo gak boleh ketipu lagi Kiraaann! Itu muka palsuuuu!
“GAK!!” tolak Kiran tegas. Ia langsung berbalik arah, dan melangkah pergi meninggalkan Bisma. Namun tangan Bisma lebih cepat dari pergerakannya, Bisma kembali memegang pergelangan tangan kanan Kiran, membuat gadis itu meringis sekali lagi.
“ISH!! SAKIT SETAN!!” sentak Kiran tanpa peduli semua tatapan penghuni koridor yang sedari tadi fokus kepadanya dan Bisma. Kiran lagi-lagi menyentakkan tangan Bisma secara kasar.
Diluar pemikiran Kiran, Bisma langsung menarik dan mendorong pelan tubuh Kiran ke dinding. Bisma merapatkan tubuhnya ke tubuh Kiran. Mengunci kedua pergelangan tangan Kiran dengan mencengkeramnya cukup erat dan  mensejajarkan dengan wajah Kiran.
Sontak, Kiran diam seketika. Secara otomatis, darahnya gadis itu berdesir hebat. Jantungnya memompa lebih cepat. Tak percaya dan tak berdaya  dengan apa yang ia rasakan dan ia lihat.
“Gue Cuma mau ngomong sama elo Kiran..” ujar Bisma yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajah Kiran, sehingga sekarang ia dapat merasakan nafas Kiran yang memburu. Kiran semakin gelisah saat ia juga merasakan hembusan nafas Bisma di permukaan wajahnya.
“Elo! Lepasin!” pekik Kiran tertahankan. Entah mengapa sangat susah mengeluarkan suara atau bentakannya kepada Bisma dalam keadaan seperti ini. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Please Ran.. Elo maafin gue..” kata Bisma lembut sembari terus menggerayangi leher jenjang Kiran dengan hembusan nafas dan sesekali sentuhan bibirnya. Ia tahu sekali, Kiran sangat lemah di bagian itu.
Kiran memejamkan matanya, berusaha untuk mengontrol perasaannya saat ini. Ia merasa sangat gelisah dengan perlakuan Bisma saat ini, dari dulu memang bagian leher dan tengkuk Kiran yang sangat sensitive terhadap sentuhan. Itu kelemahannya, yang telah diketahui Bisma—mantan kekasihnya. Kiran lemah sekarang!
Para penghuni koridor tak ada yang bergerak, apalagi menimbulkan suara. Mereka melongo masal. Koridor itu ramai di lihat, namun sepi di dengar. Mereka bagai patung yang telah disihir oleh sang nenek lampir. Eh, sang penyihir :p Pandangan mereka tertuju pada sepasang mantan kekasih itu. Kisah mereka berdua telah menjadi trending topic sejak awal mereka menyatakan sebagai sepasang kekasih.

“Bis.. hh.. Leppasin Bis..” lirih Kiran yang kini tak dapat berbuat apa-apa saat Bisma mulai menciumi leher dan tengkuk Kiran. Dalam otak gadis itu, ia sangat ingin untuk segera mendorong tubuh Bisma sejauh mungkin dari dirinya. Namun, ada kalanya saraf tubuh kita tak dapat bekerja sesuai kehendak otak kita. Dan itulah yang terjadi terhadap saraf-saraf tubuh Kiran yang terasa telah lumpuh total, ia sama sekali tak dapat berkutik kali ini!
“Gue gak mau elo deket-deket sama tu cowok!” perintah Bisma disela-sela ‘serangan’nya.
“Bisma.. Elo..Lepasiin.. hh..” nafas Kiran semakin memburu, saat merasakan Bisma kembali menyerangnya. Seakan ia ingin memakan Kiran hidup-hidup. *sadiss -.-*
“Hh..Gue cemburu Ran.. cemburu! Gue gak mau elo deket sama cowok lain selain gue!” balas Bisma seraya menghentikan aksinya, untuk menatap mata ungu ke-biruan milik Kiran yang telah terbuka. Kiran berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
Perlahan kesadaran gadis itu telah kembali. Ia tak ingin dianggap lemah meskipun kenyataan yang dirasakannya sangat berkebalikan saat berhadapan dengan perlakuan Bisma, seperti biasa.
“Elo siapa gue? Elo gak berhak ngatur-ngatur gue.” akhirnya Kiran berhasil mengucapkan kata-kata itu dengan nada dingin—khasnya. Juga tatapan sinisnya. Meskipun susah..
“Elo pacar gue!” tegas Bisma dengan tatapan tajamnya yang bisa berubah menjadi lembut seketika.
“Hah.. Kita—gue, sama elo.. Gak pernah putus, karena kita gak pernah pacaran. Semua itu palsu! Sandiwara yang mestinya dapet Award saking bagusnya!” ucap Kiran sinis. Menatap tajam mata cokelat pekat cowok yang pernah mengisi hatinya dulu—hingga sekarang. Mungkin.
Mendengar ucapan Kiran, Bisma menjadi geram. Cekalan tangannya di pergelangan tangan Kiran semakin mengerat.
“Elo pacar gue! Gue cowok elo! Kita bener-bener pacaran, GUE CINTA SAMA ELO dan itu BUKAN sandiwara atau acting!” balas Bisma dengan nada penuh penekanan di setiap kata, pertanda bahwa ia serius dengan perkataannya itu. Kiran yang melihat mata Bisma saat ini, tersenyum kecut. Ia mencari kebohongan, namun  tak menemukan di mata cokelat pekat itu. Kiran menghela nafas pendek, lalu membuang pandangannya dari Bisma. Yang ia lihat saat ini hanya siswa dan siswi yang berdiri di sepanjang koridor dengan tatapan melongo terarah ke padanya, juga ke cowok yang mengunci pergerakannya saat ini. Namun Kiran hanya memandang datar mereka.
“ Gue sayang sama elo Kirana..” Bisma berujar lagi. Ia mengucapkannya dengan lembut, dan tanpa disangka, ia kembali menggerayangi leher Kiran. Meniup tengkuknya, membuat gadis itu merinding seketika. Tak hanya Kiran yang terkejut karena mendapat ‘serangan’ (lagi), seluruh penonton juga merasa nafas mereka tercekat. Tak menyangka.. Bahwa salah satu cowok idaman siswi SMA Arghatafia itu berani melakukannya lagi—ke Kiran—sang gangster—anak dari Arghawijaya.
“Gue sayang sama elo Ran.. Bener-bener sayang. Gue gak mau kehilangan elo.. Lupain semua yang terjadi di kantin tadi.. Lupain Taruhan setan itu. Gue khilaf, sekarang dan selamanya gue bener-bener gak mau kehilangan elo Kirana…” ucap Bisma lirih, namun dapat terdengar jelas di telinga Kiran.
Kiran kembali menatap mata Bisma. Kali ini dengan tatapan teduhnya. Entah apa maksud dari tatapan itu.
“Gue—“ ucapan Kiran terpotong oleh suara teriakan seseorang yang entah darimana asalnya.
“HEY!! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!”

*****
To be continued..

Stay With Me #part 2


Title       :  Stay With Me
Genre   :  Teen, romance
Main Cast :
·         Kirana Queenella Fharesia
·         Bisma Karisma
·         Dicky Prasetya
·         Nesya Geira Syafa
Follow :  @frindaz_tari
Note      :  Semua tokoh di cerbung ini murni hanya khayalan. Fiktif. Jadi, jangan protes kalo karakter (MS) disini beda dengan karakter mereka di dunia nyata. Jangan disamakan ya..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kiran, si  gadis broken-home. Dia hanya ingin perhatian, kasih sayang—dari orang yang tulus. Tulus, tanpa maksud terselubung.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

`TEEET-TEEET`
Bel pertanda istirahat kedua di SMA Arghatafia berbunyi, SMA dimana Kiran terkenal dengan kecantikan dan juga ke-brandalan-nya.
Seperti sedang berlomba untuk mendapatkan sebuah harta karun yang sangat berharga, semua murid segera melakukan jurus kaki seribu untuk menuju kantin indoor favorit yang luas dan mewah di SMA ter-elit di kota Jakarta itu.
Kantin yang juga menjadi saksi bisu atas kejadian tak kan pernah terlupakan antara Kiran-Bisma-Reza. Termasuk Nesya, tak akan pernah lupa karena ujung bibirnya telah menjadi korban dari kepalan tangan Kiran di waktu istirahat pertama beberapa jam yang lalu.
Sementara itu, di kelas XII IPA 1 terlihat seorang gadis dengan penampilan yang sangat khas, sama sekali tak berniat untuk mengubah posisi tubuhnya sedari tadi. Siapa lagi kalau bukan Kiran—Kirana Queenella Fharesia. Cewek yang tak dapat dipungkiri oleh semua siswa dan sisiwi SMA Arghatafia, bahwa ia memang memiliki paras dan tubuh yang sangat sempurna untuk ukuran gadis berumur 17th. Kecantikannya alami, natural. Padahal tak ada perawatan berlebih yang dilakukan si empunya tersebut.
 Sejak pertama Kiran masuk menjadi siswi di SMA Arghatafia, memang banyak para siswa yang berparas di atas rata-rata yang bernyali tinggi, berusaha mendekati gadis tersebut dengan harapan bisa menjadi pacarnya. Namun, Kiran sama sekali tak menanggapi mereka, membuat mereka mati gaya di hadapan gadis bermanik mata sangat khas tersebut. Dari awal sekolah hingga kini, hanya satu orang siswa SMA Arghatafia yang bisa menjadi kekasihnya, itupun dengan cara yang sangat susah. Menguntit Kiran tiap hari, memberinya kado-kado kesukaan Kiran, tanpa melupakan untuk memberi perhatian lebih tiap bersama Kiran. Hingga akhirnya hati Kiran luluh karenanya, hanya kepadanya.
Namun.. Sungguh miris mengakui kenyataan bahwa selama 4 bulan mereka menjalani hubungan itu—hanya karena sebuah TARUHAN.

*****
“Ran, elo mau ke kantin gak?” Velyn yang telah bersiap untuk segera pergi ke kantin demi para cacing-cacing yang berdangdut di dalam perutnya, berusaha untuk berhenti sejenak di samping Kiran. Berniat untuk mengajak teman sebangkunya itu.
Kiran sama sekali tak berniat untuk mengangkat kepalanya yang sedari tadi ia benamkan dalam lipatan kedua lengan tangannya. Kiran hanya menggeleng kecil sebagai respon darinya. Velyn pun mengerti, ia sudah menebak akan respon Kiran itu. Tak akan pernah mudah untuk melupakan kejadian beberapa jam yang lalu di Kantin SMA Arghatafia.
“Yaudah.. Elo juga gak mau nitip cemilan gitu?” tanya Velyn lagi. Sesungguhnya ia sangat khawatir terhadap Kiran. Teman sebangku yang secara sepihak sudah Velyn anggap sebagai sahabatnya sendiri.
Lagi-lagi Kiran hanya menggelengkan kepalanya, tanpa mempunyai minat untuk mengangkat kepalanya dan menunjukkan paras menawan itu. Akhirnya, Velyn pun mengangguk pasrah.

“Gue ke kantin dulu ya.. Gak lama gue pastiin.” pamit Velyn akhirnya, seraya sedikit melirik ke arah belakang. Sebenarnya tak hanya Kiran yang enggan untuk keluar kelas.
Berjarak satu bangku dari bangku yang Velyn tempati bersama Kiran, terdapat Bisma yang entah sibuk atau sok-sibuk dengan buku kimia di tangannya. Ia duduk sendiri.
Tumben Nesya si nenek lampir kecentilan gak nemenin, batin Velyn. Ia pun berlalu, keluar dari kelas dan langsung menuju kantin.
Sementara itu, tak ada seorang pun yang tau atas keadaan Kiran yang sebenarnya saat ini. Bisma yang ternyata sedari tadi sengaja untuk tak pergi menuju Kantin demi Kiran juga tak tau.
Di dalam lipatan tangan cewek brandal berparas sempurna itu, Kiran.. sedang berusaha untuk menghentikan tetes demi tetes aliran cairan berwarna bening yang berasal dari kedua kelopak matanya itu. Ia menangis. Seorang Kirana Queenella Fharesia tak dapat membendung air matanya lagi kali ini—di sini. Kiran menangis dalam diam. Diam tak bersuara *ya iyalah -.-*.
 Ia sama sekali tak menimbulkan suara sedikitpun. Namun adakah yang tau? Bahwa sekarang hatinya menjerit. Menjerit seakan meminta jawaban kepada Tuhan.

‘Kenapa mesti gue? Kenapa mesti gue yang dapet kenyataan kaya’ gini?! Apa kurang puas, bikin Bokap gue sering mukul sekarang. Sering ngebentak gue cuma karena gue berontak?? Bandel?? Nyadar gak, gue tunjukin semua kenakalan gue ini cuma buat CARI PERHATIAN. Gue cari perhatian elo Pa!! Gue butuh papa yang dulu.. Yang selalu ada buat gue nyender. Buat ngelusin rambut gue waktu gue kesepian, waktu gue inget Mama yang udah ada di surga sana! Sekarang apa?? Gak cuman Bokap yang bikin gue nyessekk! Sekarang semua makin nyessekkin! Gue kira elo beda Bis, Za.. Gue kira kalian tulus sayang sama gue, tulus buat jadi tempat gue nyender..’ Hati Kiran terus menjerit dalam diam. Ia tak tahu, mengapa begitu sulit melupakan kejadian saat di kantin tadi.
 Kejadian yang mungkin menurut beberapa orang menganggap itu adalah hal SEPELE dan harusnya gampang untuk dilupakan. But, who knows? Kiran yang merasakan. Tak ada yang mengerti tentang perasaan kecewa, sedih, marah, benci, dan apalah itu yang hanya Kiran rasakan saat ini. Hanya dirinya..
 ‘Rezaa.. Gue bener-bener ketipu sama tampang lo. Tampang sok-peduli yang elo buat saat gue butuh temen curhat! Gue juga bego banget ditipu sama cowok yang pura-pura ngelindungin gue seperti elo Bis! Jujur, Bisma.. Elo berhasil buat gue sadar tentang kebahagiaan di dalem permasalahan yang gue rasa gue udah gak kuat! Tapi itu dulu, Cuma sesaat. Elo udah CACAT dimata gue. Bukan cacat FISIK. Tapi HATI dan PEMIKIRAN lo! Kecewa gue sama lo..’ untuk beberapa saat, Kiran berusaha agar kembali mengontrol emosinya. Ia tak mau berlarut-larut dalam kekecewaannya saat ini. Perlahan, ia mengusapkan samar pipinya yang basah oleh air mata ke kedua lipatan tangannya. Menghapus air mata yang tanpa orang ketahui, sering ia keluarkan jika merasa tembok pertahanannya runtuh.
Tiba-tiba..
“Yeoboseyo Kiranaaaaa?! (haloo Kiranaaa?!)” terdengar sebuah suara. Suara cowok. Kiran merasa tak asing dengan suara itu. Ia langsung mengangkat kepalanya setelah ia rasa tak ada sisa air mata di pipinya. Bisma yang sedari tadi juga sibuk dengan perasaan ragunya untuk mengajak Kiran mengobrol pun langsung mengernyit. Tatapannya beralih, ia menatap tajam cowok yang menyapa Kiran. Tak dapat ia pungkiri, cowok yang asing dimatanya itu memang memiliki wajah yang cukup tampan. Lebih terkesan ‘cowok imut’ dimatanya. Entah mengapa, Bisma langsung men-cap cowok itu dengan sebutan ‘CHILDISH’.
‘siapa ni cowok?!’ batin Bisma yang tak sedetikpun mengalihkan tatapan tajamnya ke arah cowok itu.
Berbeda dengan Bisma, Kiran si cewek brandal sama sekali tak menunjukkan ekspresi berlebihan. Ia hanya mengangkat sebelah alisnya sambil menatap dengan malas wajah cowok yang kini sudah duduk di samping kirinya—tempat Velyn duduk.
“Ngapain lo?” tanya Kiran singkat. Dalam nada bicaranya, tak ada seorang pun yang akan tau bahwa semenit sebelumnya, gadis itu menangis. Sejak masuk SMA dan semua berubah, ia seakan menjadi Ratu dalam perasaannya sendiri. Dalam sekejap saja, ia dapat mengembalikan ekspresi wajah dan emosi jiwanya menjadi ke titik nol. Titik semula seakan tak terjadi apa-apa.

“Yaelahh.. Gangster cakep gak bisa basa-basi dulu apa? Misalnya bilang : ‘Huaa.. Dickyyy, gue kangen banget tauuu ama lo!!’ gitu kek..”  balas Dicky dengan gaya eperti seorang gadis yang telah lama menantikan kehadiran sang pujaan. Wajah Kiran tak menunjukkan reaksi apapun, namun jujur sekarang dirinya sedang menahan tawa geli karena melihat tingkah cowok yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu ini.
“Kok gak ketawa sih? Wah.. Pinter ngumpetin ekspresi ya lo!” Dicky cemberut menatap Kiran yang juga memandangnya dengan ekspresi datar. Sesungguhnya secara tak langsung Dicky sedikit membuat Kiran terhibur. Entah jin atau setan apa yang lewat, yang pasti sekarang telah terbesit di dalam pikiran Kiran untuk menggoda cowok yang menghadapnya saat ini.
“Cielaahh.. Bibir lo gak nahan gue. Akh! Ntar gue ‘Cupp’ juga nih..” Kiran memainkan nada bicaranya menjadi lembut dan sangat menggoda, seraya mencubit bibir bawah Dicky. Sontak, mata Dicky membulat, mulutnya menganga. Tak hanya Dicky, Bisma yang melihat mereka dari belakang menegakkan posisi duduknya segera. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar barusan.
Meihat respon Dicky, akhirnya Kiran tak dapat membendung gelak tawanya.
“Huahahahaha.. Muka lo Dick!! Muka lo sumpah pengen gue tabok! Haha..” Kiran tertawa lepas. Kesedihannya sejenak terlupakan. Ia juga tak tau mengapa dirinya bisa tertawa selepas ini, dihadapan Dicky—si murid baru berwajah imut. Kalau bahasa gue.. unyu-unyu :p
Tiba-tiba Dicky tersenyum. “Yaudah tabok aja.. Tapi imbalannya ini yah?” goda Dicky dengan nada genit, sambil menunjuk bibir tipisnya sendiri, lalu menyentuh bibir mungil Kiran kemudian.
Seketika tawa Kiran terhenti. Bisma yang berada di belakang mereka sudah mengepalkan tangan kanannya. Perasaannya tak menentu, ingin sekali ia menghantam pemuda asing itu, dan menarik Kiran keluar dari kelas ini.
Namun apa daya, ia tau semua itu mustahil. Ia sadar betul, memang ini semua salahnya. Salah karena telah membuat taruhan konyol itu. Taruhan yang membuat setiap harinya, hanya ada satu nama dalam pikirannya, KIRAN. Seandainya Nesya tak membongkar tentang taruhan itu, tentu saja saat ini ia yang sedang bercanda bersama Kiran. Merangkul, dan membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Awalnya, ia sama dengan semua murid SMA Arghatafia. Menganggap gadis itu hanya seorang gadis cantik yang suka bertindak semaunya, sesukanya. Hanya karena bokap Kiran adalah PEMILIK SMA Arghatafia. Namun setelah beberapa bulan ia bersamanya, menjalin hubungan dengannya.. Bisma merasa lain, Kiran tak seperti yang ia sangka sebelumnya. Kiran mandiri, gadis itu tak akan membuat masalah, bila tak ada yang mencari masalah dengannya.

“Woaayyoo.. Diem kan lo? Haha.. gue bercanda jagiya.. (sayang..)” Dicky tersenyum geli, berusaha menahan tawanya. Tangan kanannya ter-ulur  untuk membelai rambut sebahu Kiran. Kiran menatapnya.
‘SEHARUSNYA GUE YANG GITUIN KIRAAANAAA!! SETAN LO!!’ Bisma mengumpat dalam hati. Kedua tangannya mengepal semakin keras. Rahangnya juga mengeras. Gigi atas dan bawahnya beradu. Ia sangat geram melihat kejadian itu.
“Ish.. Apa-apaan sih lo! Risih gue!” protes Kiran seraya menepis kasar tangan Dicky. Bisma sedikit lega melihat respon Kiran.
“Lah.. Gue kan cuma  mau ngebenerin rambut lo.. Dikit berantakan Kirana..” balas Dicky lembut, dan menatap teduh manik mata berwarna ungu ke-biruan milik Kiran. Membuat gadis itu dengan mudah menemukan kenyamanan dan ketulusan dalam mata Dicky.
Entah siapa yang memulai, atau yang memerintah. Yang jelas, di belakang mereka berdua, tanpa Kiran dan Dicky sadari. Bisma dapat melihat jelas bahwa jarak antara wajah mereka semakin menipis. Semakin terkikis.. Membuat mata Bisma seakan hendak keluar dari tempatnya. Cukup sudah.. Ia tak dapat menahan emosinya kali ini. Ketika tinggal beberapa centi jarak itu, tiba-tiba..
`BRAAKK`
Bisma menendang secara kasar kursi di sampingnya—kursi Nesya. Sontak Kiran dan Dicky kaget! Mereka menoleh kearah asal suara. Betapa terkejutnya Kiran saat melihat Bisma yang berdiri dengan nafas memburu. Matanya memancarkan kemarahan. Rahangnya mengatup rapat, Kiran sangat tau bahwa Bisma sekarang sedang marah besar. Tak pernah ia melihat Bisma semarah ini sebelumnya. Ia melirik sedikit kursi tempat Nesya duduk tergeletak jauh dari tempat asalnya. Kiran bingung..
‘BISMA?! Jadi mulai tadi dia ada disini?! Ada di kelas ini?! Tapii.. Kenapa tingkahnya gini? Dia marah? Seharusnya gue yang gitu!! Apa.. dia  gak suka sama kehadiran.. Dicky?’
Bisma terus menatap lekat manik mata Kiran. Ia tak tau apa yang di lakukannya saat ini. Yang jelas, kelakuan Dicky dan Kiran telah sukses membuatnya marah. Tak rela.
Sementara Dicky yang gak tau apa-apa antara mereka berdua hanya mengernyit heran.                Dengan wajah polosnya, secara bergantian ia memandang kea rah Bisma, Kiran, lalu Bisma lagi. Dengan pikiran jungkir balik gara-gara pusing dan bingung, ia bertanya..
“Hey.. Elo kenapa Bro??” Dicky memecahkan keheningan dan ketegangan yang terjadi di antara  tatapan mata Bisma dan Kiran. Ia berharap cowok yang asing di matanya itu segera menjawab. Namun Kiran lebih dulu menyahut..
Mulanya Kiran membuang muka dari Bisma, lalu menatap Dicky.
“Haha.. Udahlah Dick! Paling lagi kalah TARUHAN tuh cowok!” sindir Kiran. Dicky semakin mengernyit. Sementara Bisma dibuat segera menatap Kiran dengan tatapan nanar.
“Udah, gak penting juga kan mesti mikirin dia?! Ayok ke kantin! Gue laper!” lanjut Kiran lagi seraya berdiri, dan mengenggam tangan kanan Dicky. Menggandengnya dengan santai untuk keluar dari kelas, dan menuju ke kantin indoor. Meninggalkan Bisma yang masih menatap mereka dengan amarah yang memuncak.
`BRAKK!`
Bisma menendang semakin kasar meja di hadapannya.
“GUE SAYANG SAMA ELO KIRAAAANNNNN!! ARGGHHH!!” Bisma semakin menggila, ia teriak dan menghantam berkali-kali meja itu. Melampiaskan semua amarahnya. Perasaan cemburunya.
“Hh-Hh!! Gue bener-bener sayang sama lo!!” Bisma terduduk kembali di kursinya seraya menjambak rambutnya secara kasar, dengan nafas tersengal-sengal. Benar-benar seperti orang kesetanan. Frustasi karena gadis itu.

*****
to be continued...

Stay With Me #part 1


Title       :  Stay With Me
Genre   :  Teen, romance
Main Cast :
·         Kirana Queenella Fharesia
·         Bisma Karisma
·         Dicky Prasetya
·         Nesya Geira Syafa
Follow :  @frindaz_tari
Note      :  Semua tokoh di cerbung ini murni hanya khayalan. Fiktif. Jadi, karakter (MS) disini beda dengan karakter di dunia nyata. Jangan disamakan ya..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kiran, si  gadis broken-home. Dia hanya ingin perhatian, kasih sayang—dari orang yang tulus. Tulus, tanpa maksud terselubung.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

KIRAN’s  P.O.V

“Diperhatiin, disayangin. Cuma itu yang gue mau. Apa itu salah? Kenapa semua orang keliatan BODOH dimata gue! Heemm.. kapan sih, kalian sadar kalau gue cuma pengen kasih sayang yang DULU pernah gue dapetin?! Just it, no more!”
Tadi itu apa? Curhatan gue apa demo gue?
CEWEK BRANDAL, BRUTAL, NAKAL, DE-EL-EL.
Pokoknya semua borok-borok gue udah tercantum di otak-otak ‘mereka’ saat ngeliat ada gue disekitar mereka. So? Gue mesti ngerubah image gue gitu? Jadi cewe’ yang ‘sok-manis’.. Huekks!
Satu prinsip yang gue dapet setelah ‘setan-setan’ itu ada, dan ngerubah hidup gue. Ini gue, gue emang butuh—sangat butuh kasih sayang.. Tapi gak pake topeng ‘manis-manja’ buat cari perhatian juga kali.

Gue bukan cewek yang mudah buat ngungkapin kelemahan gue di depan seseorang. Dan satu yang harus terus diinget.. Gue gak suka pake topeng—buat ngerubah image gue yang udah di cap buruk!

*****

“Apa lo bilang? HAH?!“ pck, cari masalah nih cewek. Tangan gue udah siap luncurin tonjokan ke muka mulusnya kalau dia berani ngulang kata itu. Gak peduli semua mata penghuni kantin, yang sekarang udah jadi penonton drama seri gratisan di depan mereka ini.
“Haha.. Wah, ternyata lo juga TULI yah?! Oke gue ulang.. Gue kesian ama loe KIRANA QUEENELLA FHARESIA. Jadi cewek jangan BEGO-BEGO amat-lah.. Nyadar gak sih, dari awal BISMA tuh deketin loe cuma buat TARUHAN-nya bareng REZA! Lo emang cewek BRANDAL, tapi BEGO!!“
DEG!
‘TARUHAN??’
Waah, sialan gue kemakan akting!
Oke, gue emang shock ama ocehan si Nesya barusan. Tapi bukan berarti gue diem aja dikatain ‘BEGO’. Gue udah gak bisa nahan kepalan tangan kanan gue.
`BUKK`
 Nah, sekarang waktunya gue nikmatin pemandangan nih cewek sinting yang hampir nangis di lantai sambil megangin sudut bibirnya yang… Ups, ternyata berdarah! Ckck, kasian ya lo! NESYA sayang…
“HEH CEWEK SINTING! Lo pikir setelah lo bongkar soal taruhan mereka, gue bakal shock, terus pingsan, and then.. Gue MEWEK gitu? Bakalan ngerengek-ngerengek ama DIA buat minta penjelasan?! Waw, DRAMA banget idup gue! Jangan ngarep! Tungguin tuh sampe’ semut punya jenggot!“ gue beralih pandang dari cewek sinting di depan gue ini, ke COWOK BR*NGSEK di samping gue.

O-la-laa, napa nih cowok? Natep gue ampe’ segitunya. Baru liat, gue nonjok cewe’? Atau.. ketakutan karena aktingnya udah di - cut?!

“Dan LO!! Aishhh, ternyata muka lo gak menjamin!! Hemm ,.. I just can give you my applouse.

`Prok – Prok`
 “Harusnya dari awal gue udah sadar.. Ya emang sedikit bener sih kata cewek SINTING ini.. Gue bego! Udah percaya ama ‘angel-face’ yang lo punya. Eumm.. Oke lo menang. Buat—JADIIN GUE CEWEK TARUHAN! So, mending mulai sekarang lo gak usah capek-capek nunjukin muka sok-malaikat lo. Dimata gue, LO! Dan LO! SETAN BR*NGSEK!!“ emosi gue udah naik. Gak bisa gue control lagi buat gak nunjuk kedua cowok yang udah buat gue begini. BISMA - REZA. Cuih! Sekarang semua diem.. Semua penghuni kantin diem, dua cowok br*ngsek ini juga diem. Teriakan gue masih sedikit menggema di kantin in-door ini. Gue lirik cewek sinting yang masih sesenggukan di lantai.
Gue berjalan ke arahnya, dan jongkok pas di hadapannya.
“Gue gak akan nonjok lo kalo’ lo jaga mulut lo! Tapi thanks buat ocehan lo. Yang udah buka topeng mereka di mata gue.” Dia menatap gue takut-takut. Gue cuma ketawa sinis sambil berdiri. Sekarang.. Siapa yang mewek bro?
Gue menghela nafas berat.  Gue lirik jam tangan merah yang melingkar di pergelangan tangan kiri gue. Pandangan gue kembali tertuju kearah Bisma – Reza.
“Yapp! Kalian udah lama buang waktu gue. Sekarang, gue harus pergi. Eh iyaa, selamet ya.. Lo Bisma, n’ lo Reza. Udah berhasil buat GUE MUAK NGELIAT KALIAN LAGI!  Good job Bisma, MANTAN PACAR gue. Lo juga Reza, MANTAN SOHIB gue.” Ucap gue pelan, namun gue rasa gue ngucapin dengan nada sinis sambil natap mata mereka berdua secara bergantian. Tapi.. Gue liat mata mereka mancarin penyesalan yang dalem banget. Apalagi sii.. Bisma. Hmm, gak! Gak boleh kemakan acting lagi. Sekarang waktunya gue ninggalin kantin ini.

`Tap-tap-tap`
 Sesaat kemudian, yang terdengar di kantin itu cuma suara langkah kaki gue. Ya-yah, ternyata semua PENONTON masih terbawa suasana ‘menegangkan’ mungkin. Buktinya,  gak ada yang ngeluarin suara selain gue—selama gue disana.
Gue berhenti sejenak saat di ambang pintu. Tanpa ngebalikin tubuh gue lagi. Gue inget sesuatu.
“BERANI NGADU AMA BOKAP GUE. GUE JAMIN SEMUA BAKAL KENA GETAHNYA!” teriak gue. Gue yakin mereka tau maksud dari ucapan gue ini.
“Gue gak pernah main-main ama omongan gue..”

*****

Hmmm, ngeboringin amat ni perpus! Sepi gini.. Heran juga, gak jenuh apa tuh para kutu buku yang hobby-nya nge-date ama bertumpuk-tumpuk buku di ruangan sepi kek gini?!

Gue cuma bolak-balik halaman buku ensiklopedi yang gue juga gak tau isinya apa. Sibuk ama pikiran sendiri. Meski gue berusaha buat gak mikirin kejadian tadi, tapi semakin di empet, makin gerayangin otak gue. Heran juga sih, ama Bisma n’ Reza yang tadi natap gue dengan ekspressi begitu. Bersalah. WHY? Napa ekspresi mereka gitu? Gak nyadar mereka sendiri yang buat semua seperti ini. Ckck.

Fiuuuhhh~~
Come-on KIRAN, lupain ini semua.
Bener kata Nesya—cewek sinting.  BEGO gue percaya kalo’ Bisma dengan tulus SAYANG ama cewek BRANDAL kaya’ gue. Haha, saking kurangnya kasih-sayang, gue jadi se—BEGO ini. Hemm -_-
“Hey .. Boleh gue duduk disini?” gue nengok. Wah, rupanya masih ada juga yang berani nyapa gue. Nyali besar nih cowok. CAKEP sih, manis lagi. Jujur, gak ngebosenin ni anak buat gue pandang. Hadoohh, ngomong apa gue? Lupain. Kaya’nya nih cowok anak baru deh …

*****

AUTHOR’s P.O.V

“Hey .. Boleh gue duduk disini?“ tiba-tiba ada yang menegur Kiran. Kiran menengok kearah pemuda yang ternyata mempunyai cukup nyali untuk menyapa gadis—brandal itu. Nekat.
“Helloo?? Boleh gak? kalo’ ga’ boleh sih juga gapapa :) Gue duduk disana aja.” ujar pemuda itu lagi. Namun, tanpa disadari Kiran memegang tangan kirinya. Lebih tepatnya, Kiran mencegat tangannya. Dia kembali menatap Kiran heran.
Tangan khas cowok. Macho, batin Karin saat memegang tangan pemuda itu.
“Boleh kok, lagipula gue cuman sendirian.” jawab Kiran datar seraya melepaskan pegangannya di tangan pemuda nekat ini. Pemuda itu tersenyum, lalu duduk dikursi sebelah kanan Kiran.
Sebenarnya Kiran sangat senang melihatnya, melihat senyuman pemuda nekat itu. Entah, meskipun Kiran sama sekali tak mengenalnya, dia merasa pemuda ini lain. Pemuda manis dibalik senyumannya yg tulus, pikirnya.
Namun, Kiran kembali memfokuskan pandangannya ke buku ensiklopedi di depannya. Dia tak mau terkesan sok—akrab kepada pemuda disebelahnya itu.

“Ehm, gue DICKY. DICKY PRASETYA. Lo?“ pemuda itu mengulurkan tangan kanannya dengan senyuman yg masih menghiasi bibirnya. Kiran melirik tangan pemuda itu, yang ternyata bernama Dicky. Dengan sedikit perasaan ragu, diapun menjabat tangan Dicky.
“KIRAN. KIRANA QUEENELLA FHARESIA.“ jawab Kiran datar seraya langsung melepaskan jabatan tangannya.
Dia kembali menunduk, mencoba membaca buku tebal dihadapannya. Namun tetap saja, tanpa kendali dari dirinya, otak Kiran dengan sendirinya kembali memutar bayangan tentang moment-moment manisnya bersama BISMA. Pemuda  yang mendampingi hidup Kiran selama 4-bulan ini.. Yang belakangan Kiran tau, itu semua HANYA karena sebuah—Taruhan.
Sesekali Dicky yg sedang membaca novel pinjamannya melirik kearah Kiran. Dia tak tau harus berbuat apa untuk mencairkan suasana di hadapan gadis berwajah oriental ini. Oriental? Maklum, Kiran memang keturunan Korea-Belanda. Kebayang-kan gimana sipit, dan menawannya warna mata gadis ini? Manik matanya berwarna Ungu ke-biruan, akibat dari pencampuran darah kedua orang tuanya. Rambut sebahu, berwarna pirang. Kulit putih bersih. Bibir mungil berwarna pink alami. Padahal semua anggota tubuh yang menawan itu, tak sedikitpun mendapatkan perlakuan ‘ekstra’ dari pemiliknya.

“Ehmm, sorry yah kaya’nya gue udah ganggu lo..“ ucap Dicky seraya menatap Kiran. Kiran segera tersadar dari lamunannya, dia menoleh kearah Dicky.
“Santai aja.“ balas Kiran yg tanpa sadar telah memberikan seulas senyum tipis di bibirnya. Cantik banget!! batin Dicky.
“Lo anak baru yah?“ Kiran mencoba mencairkan suasana. Dia sudah tak mau teringat kembali akan kenangannya bersama Bisma. Entah mengapa, meskipun Kiran baru pertama kali bertemu dengan Dicky, dia merasa nyaman menatap mata Dicky. Teduh, dan didalamnya tersimpan keceriaan.
Dicky mengangguk.
“Ne, geureosseumnida. (yupp, betul.) Gue pindahan dari Korea :)” jawab Dicky dengan senyuman yang memperlihatkan jejeran gigi putihnya dengan behel biru menghiasinya. Uhh, lagi-lagi ingetin ke Bisma -_-, batin Kiran.
“Oh, dari korea. Hanguke eonje ossyeosseoyo? (kapan datang dari Korea?)” tanya Kiran. Dicky mengangkat kedua alisnya dan tersenyum, ternyata gadis menawan disampingnya ini juga bisa berbahasa Korea. Nilai plus!

“Eum, ilju-il jeon. Geuleohseubnida, dangsin-eun hangug-eoleul sseul su issseubnikka? (emm, satu minggu yang lalu. Oh ya, lo bisa bahasa korea?)”
“Haha, jogeum. Naneun hangug joh-a. (haha, sedikit. Gue suka korea.)” jawab Kiran dengan tertawa kecil. Ya Tuhaaann, cantiknya dia.. batin Dicky.
Ckck , dangsin-eun aleumdawoyo. Seumateu. Nan swibge salang-e ppajige doel geos gat-eunde. (ckck, lo cantik. Pinter. Kaya’nya gue bakal mudah jatuh cinta sama lo.)” ceplos Dicky.
“Geulae? Geudeul-eun naegayeoja dojeog haessda. Yasaeng . (yakin? Kata mereka, gue itu cewek brandal. Liar.)” balas Kiran.
 “Jeongmal? Wau, nan dangsin gat-eun yeojaneun jeongmal joh-ayo. (Beneran? Wau, gue suka banget cewek kaya’ lo.)” Dicky tersenyum penuh arti, seraya mengedipkan mata kirinya. Kiran yang melihatnya langsung mendengus malas.
“ Ckck, dangsin-eun isanghan geos. (ckck, lo aneh.)” ketus Kiran. Ia kembali membolak-balikkan lembar halaman buku ensiklopedi ditangannya.
“Neo. Hajiman geugeon jega dangsin-eul joh-ahaneun geoya. (lo juga. Tapi itu yang gue suka dari lo)” Dicky semakin menggila untuk menggoda Kiran. Sebenarnya bisa saja Kiran langsung membentak atau menonjoknya karena sudah berani menggoda Kiran—cewek brandal. Tapi itu tak dilakukan Kiran. Ia tak mau menambah satu orang lagi yang akan menjaga jarak dengannya. Cukup, ia juga butuh teman. Tapi teman yang murni sama sekali belum mengenalnya. Seperti—Dicky, si murid baru.
“Tig eun ij-eo doeeossseubnida. A, eolmana manh-eun sueob eul?” (ish, udah lupain. Eh, lo kelas berapa?)
 “Naneun keullaeseu 12 IPA 2. (Gue kelas 12 IPA 2) Lo?” balas Dicky.
“12 IPA 1.“ jawab Kiran yang kembali menatap kosong ensiklopedi di tangannya.
“Hemm .. Lo pinter, manis lagi.“ ujar Dicky yang membuat Kiran langsung menoleh, lalu mengernyitkan keningnya. Menatap Dicky semakin aneh.
“Pinter?? Manis?? Loe gak sakit kan??“ cerocos Kiran dengan keherananannya.
Dicky tersenyum. Uhh, senyuman khasnya yang membuat Kiran terhipnotis untuk membalas senyuman itu.
“Emangnya kenapa?? Dari tadi gue perhatiin, lo itu emang pinter. Manis lagi, lebih dari cantik. Lo gak ngebosenin buat gue pandang.“ balas Dicky. Seketika wajah putih Kiran menunjukkan rona merah. Namun, dia berusaha untuk bersikap tenang, dan—biasa saja.
“Haha, jujur yah. Loe itu orang ke—dua yg bilang gue kaya’ gitu.“ Kiran mendadak menjadi murung kembali. Mengingat orang pertama yang mengatakan dirinya sama persis dengan apa yang Dicky katakan. Orang itu, Bisma.

Dicky mengernyit. “Ke—dua?? berarti ada yang pertama donk??”
“Udahlah, lupain. Oiya, lo gak il-feel.. Atau takut gitu ama gue??” Kiran berusaha mengalihkan pembicaraan. Dicky tersenyum, dia tau maksud Kiran yang tak mau menjawab pertanyaannnya.
“Ngapain gue il-feel, apalagi takut? Menurut gue, lo asyik. Meski pertama rada jutek.” Dicky tertawa geli.
Kiran nampak sedikit manyun. Lalu berubah, dia tertawa sinis kemudian.
“Loe liat aja, casing gue kaya’ gimana. Gak ngeri gitu loe?” tanya Kiran lagi. Mengingat style dirinya yg simple—terlalu simple tepatnya. Bahkan terkesan ke-cowok-an. Bahasa gaulnya, TOMBOY gitu. Rambut pirang sebahunya dikuncir satu dengan sembarangan. Seragam atasannya yang pas di tubuh ramping Kiran, sengaja ia keluarkan. Wajah putih mulus alaminya, tak sedikitpun di poles dengan make-up. Mata sipit dengan manik berwarna ungu ke-biruan memiliki tatapan tajam dan tegas. Terkesan—tatapan dingi dan menjatuhkan.
Dicky kembali tersenyum seraya memandang penampilan Kiran dari atas—ke bawah, lalu ke atas lagi.
“Ya gak gitu-gitu juga kaliii..” omel Kiran melihat pandangan mata Dicky.
Dicky tertawa geli. “Haha, emang sih .. penampilan lo itu kayaa—preman.” ucap Dicky sejujur-jujurnya. Mendengar perkataan Dicky, sontak mata Kiran langsung melotot kearahnya.
“Hehee.. kan gue belom selesai :D Penampilan lo emang kaya’ preman sekolah. Semacam gangster.. tapi lo itu gangster paling CAKEP tau.” lanjut Dicky yang dengan sengaja mengerlingkan mata kanannya kearah Kiran.
Aissshhh.. Ini mah beda, batin Kiran.
“Idihh, loe naksir gue??” ceplos Kiran. Yah, selain terkenal dengan ke-brandalan-nya. Kiran juga terkenal dengan perkataannya yang to the point. Ceplas-ceplos.
“Haha, tuh tau. Kalo’ iya kenapa?? Gak ada yang salahkan??” goda Dicky.
“Heh.. Loe nyolot yah! Baru kenal asal nyeplos.. Lo belom tau siapa gue sebenernya sih.. Sorry yah, gue gak minat ama lo!” balas Kiran yang secara refleks keluar nada ke-jutek-annya.
`BUKK`
Kiran langsung menutup kasar buku ensiklopedi yang ada ditangannya. Dia berdiri dan berjalan meninggalkan Dicky tanpa sepatah kata ‘perpisahan’.
Dicky yang melihat tingkah Kiran lagi-lagi tersenyum.
“12 IPA 1! ISTIRAHAT KEDUA GUE JEMPUT LO! TUNGGU GUE YA!” teriak Dicky kepada Kiran yang menuju ambang pintu. Dicky seolah tak peduli ini ruangan perpustakaan. Banyak para pembaca yang menatap geram kearah Dicky. Namun satu-pun dari mereka tak ada yang berani menegurnya. Karena dia—tadi berbicara dengan sang gangster .
Kiran yang mendengar teriakan Dicky sama sekali tak mempedulikannya. Ia terus melanjutkan langkah santainya menuju kelasnya.
Sementara Dicky yang ditinggalkannya di perpustakaan dengan tatapan jengkel dari semua penghuni perpus itu, masih tersenyum tipis.“Lo beda, gue penasaran..”

*****
Kiran sampai di depan kelasnya. Dia berjalan santai menuju tempat duduknya. Dua bangku dari belakang—di sisi paling kanan kelas itu. Semua murid mengalihkan pandangan kearah Kiran saat dia memasuki kelas. Dan seperti biasa, seakan tak terjadi apa-apa dengan dirinya, dia melangkah dengan sikap cueknya.
Terlihat di bangku sebelah Kiran duduk, ada seorang gadis cantik. Berpenampilan feminim, yang sedang fokus membaca setiap deretan kata pada novel yang di pegangnya.
`SEETT`
Kiran langsung duduk, tak mempedulikan gadis di sebelahnya.
Gadis itu menoleh kesamping kirinya. Seketika dia melotot seraya menutup novelnya, menyadari Kiran— teman sebangkunya telah duduk di tempatnya.

“Kiranaaaaaa, lo tadi kemana aja?? Lo gak papa-kan?? Gue cariin loe kemana-mana! Gue khawatir banget tau ama lo..” cerocos gadis itu. Dia Velyn, VELYNDA KINEYSA. Gadis Indo. Keturunan Jerman-Sunda, yang  menganggap dirinya adalah orang yang sangat beruntung, bisa se—dekat ini dengan Kiran.
Meskipun kadang Kiran—bahkan sering, Kiran mengabaikan ucapannya. Velyn tak ambil pusing, sejak dia mengenal Kiran dua tahun lalu, dia tau.. Kiran memang ‘begitu’.
“Gak usah Lebay..” balas Kiran datar seraya melipat kedua tangannya di atas meja, lalu menyembunyikan wajahnya disana.
Velyn mendengus kesal, bukan hanya sekali-dua kali ia mendapat respon seperti itu. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya, lalu melanjutkan aktivitas membaca novelnya tadi. Sempet heran juga sih, kenapa ia sendiri bisa betah duduk sebangku sama cewek jutek-cuek seperti Kiran. Entah.. Menurut Velyn, Kiran mempunyai kepedihan dibalik ke-brandalannya itu. Dan itu yang membuatnya penasaran akan kehidupan Kiran.
Velyn mengedarkan pandangan sejenak ke semua sisi kelas.

“Ran.. Kiran! Bisma ngeliatin melulu tuh..” tiba-tiba Velyn menyenggol lengan Kiran. Membuat Kiran terusik, lalu mendongakkan kepalanya dan menatap Velyn tajam.
“Hehe :D Piss ^^v Gue gak enak aja, mulai tadi kaya’nya Bisma ngeliat kesini terruss.. Ngeliatin lo tepatnya.” lanjut Velyn dengan wajah sedikit ‘takut’, seraya berusaha  memberitahu Kiran tentang keberadaan Bisma yang tengah duduk di bangku paling belakang—berjarak satu bangku dari  bangku Kiran.
Kiran menengok ke belakang. Terlihat Bisma yang menatapnya dengan ekspresi penuh penyesalan.
Kiran melengos, membuang nafas beratnya.
“Isshhh….” Gerutu Kiran seraya kembali ke posisinya tadi. Menenggelamkan wajah cantiknya ke dalam lipatan tangannya.
Velyn yang melihat respon Kiran hanya bisa menggelengkan kepalanya serta menatap Bisma setengah prihatin. Namun dia kembali menunjukkan wajah kesalnya, mengingat perlakuan Bisma yang tega menjadikan Kiran sebagai bahan ‘taruhan’.
 Meski itu tak menyangkut dirinya, dia kan juga perempuan. Tau-lah.. gimana ‘sakit’nya tuh hati?! Bayangkan jika kamu menjadi Kiran. Saat ada seorang cowok mengejarmu terus-menerus, dan disaat kau jatuh kepelukannya, luluh kepadanya. Dengan gampangnya kau harus menerima kenyataan menyakitkan. Dia hanya memanfaatkanmu! Menjadikanmu bahan dari sebuah ‘TARUHAN’ ! Sebegitu—rendahnya-kah seorang wanita? Tidak adakah yang memikirkan perasaanmu? Kalian pikir, berapa bantal yang kau butuhkan sebagai pelampiasan? Berapa kotak tissue-kah yang kiranya cukup untuk menyeka air matamu? *aisshh.. mulai ngelantur -_- terlalu kebawa suasana gue!! Mian. *sambilmukulbantal*

*****
Sudah 15 menit yang lalu Pak Bambang masuk kedalam kelas 12 IPA1 ini, dan mulai menerangkan pelajaran geografinya. Dan selama itu juga, Kiran tak berniat untuk mengubah posisinya.

Sepanjang pelajaran, mata Bisma tak pernah bisa lepas dari gerak-gerik tubuh Kiran. Beruntung, dia bisa duduk dibelakang Kiran. Tepatnya, bangku Bisma dan bangku Kiran hanya berjarak satu bangku. Yaah, meskipun tak berada tepat di belakang Kiran, setidaknya Bisma masih bisa leluasa memandang Kiran—dari belakang.
“Bis..! Loe jangan ngeliatin Kiran terus bisa gak sih??” bisik NESYA, teman sebangku Bisma. Sekaligus perempuan yang dari dulu mengejar cinta Bisma. Dia juga yang telah menyebabkan Kiran menganggap musuh Bisma dan Reza sekarang. Masih ingat kejadian tadi pagi di kantin sekolah? Yaapp! NESYA adalah cewek yang telah membocorkan rahasia ‘taruhan’ itu. Dan, hal pentingnya adalah.. Dia cewek yang tadi ditonjok ama Kiran :D Haha, rasain :P
Bisma tak merespon. Pandangannya tetap tak dapat beralih dari sosok Kiran. Kiran yang masih tetap pada posisinya sejak tadi. Meskipun sudah beberapa kali Velyn menyenggol lengennya, tanda Pak Bambang sedang memandangnya. Namun seberapa senior Guru-guru di SMA itu, tak ada satu-pun yang berani menegur Kiran. Sebenarnya.. siapa Kiran?
Bisma sama sekali tak fokus terhadap pelajaran. Yang ada di pikirannya hanya Kiran, Kiran.. Dan Kiran.
Andai Kiran tau..
‘Aku benar-benar mencintainya.. Sangat mencintaimu Kirana..’ batin Bisma.

*****
To be continued..