Title : Stay
With Me
Genre : Teen, romance
Main Cast :
·
Kirana Queenella Fharesia
·
Bisma Karisma
·
Dicky Prasetya
·
Nesya Geira Syafa
Follow :
@frindaz_tari
Note : Semua tokoh di cerbung ini murni hanya
khayalan. Fiktif. Jadi, karakter (MS) disini beda dengan karakter di dunia
nyata. Jangan disamakan ya..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kiran, si gadis broken-home. Dia hanya ingin perhatian, kasih sayang—dari orang yang tulus. Tulus, tanpa maksud terselubung.
Kiran, si gadis broken-home. Dia hanya ingin perhatian, kasih sayang—dari orang yang tulus. Tulus, tanpa maksud terselubung.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Gue sayang sama elo
Ran.. Bener-bener sayang. Gue gak mau kehilangan elo.. Lupain semua yang terjadi
di kantin tadi.. Lupain taruhan setan itu. Gue khilaf, sekarang dan selamanya
gue bener-bener gak mau kehilangan elo Kirana…” ucap Bisma lirih, namun dapat
terdengar jelas di telinga Kiran.
Kiran kembali menatap mata Bisma. Kali ini dengan tatapan
teduhnya. Entah apa maksud dari tatapan itu.
“Gue—“ ucapan Kiran terpotong oleh suara teriakan seseorang
yang entah darimana asalnya.
“HEY!! APA YANG
KALIAN LAKUKAN?!”
Suara teriakan dari seseorang yang terdengar sangat berat,
tegas, dan galak memecah nuansa ‘panas’ dan tegang di lorong koridor SMA
Arghatafia tersebut. Membuat semua mata penghuninya melotot maksimal serta
mulut menganga lebar, setelah melihat siapa seseorang itu.
“Gue CEKEK lo!!” pekik Kiran yang masih dalam kurungan Bisma,
saat ia mengetahui siapa yang berteriak. Sesaat, mata Bisma yang masih tak
berkedip melihat siapa yang meneriakinya itu langsung beralih ke Kiran. Ia
menunjukkan deretan giginya yang berbehel, berusaha membuat wajah
sepolos-polosnya dihadapan gadis pujaannya.
“Engg.. Ntar gue atasin. Elo tenang aja ya yank!” ucap Bisma
dengan cengiran khasnya dan kedipan sebelah matanya, membuat Kiran muak.
Tatapan cowok itu kembali tertuju pada seseorang tadi—lelaki—berkacamata—berkacak
pinggang—geleng-geleng.
Meski seseorang itu tak ber-ekspresi berlebihan, namun
dengan terlihatnya rahang yang mengeras, dapat dipastikan ia sedang geram. Dengan
mata yang masih menatap Bisma dan Kiran bergantian—di posisi ‘itu’—di luar
kesadaran mereka berdua.
“Bisma Karisma dan Kirana Queenella Fharesia.. IKUT SAYA
SEKARANG!!” tak hanya Kiran dan Bisma yang tersentak dengan bentakan pada
terakhir kalimat itu, semua penghuni koridor yang tadinya masih diam tak
bergerak sontak terkejang massal. Bentakan yang benar-benar membuat siswa-siswi
Arghatafia spot jantung.
“I-iya Pak Tomo..”
Bisma menyahut dengan sedikit nada gugup, atau.. takut? Sedangkan Kiran masih
menatap mantan kekasihnya itu dengan tajam, jengkel, muak. Pokoknya campur aduk
jadi satu.
‘Elo bener-bener buat gue susah!!’ rutuk Kiran dalam hati.
Seseorang itu bernama Tomo Budiarto. Guru senior berumur
42th, namun masih segar bugar. Berkepala sedikit plontos bagian atas dan
depannya. Ia adalah salah satu Guru Kesiswaan yang menangani Siswa-siswi
bermasalah khusus kelas 12—sekaligus tukang ngasih POIN. Di juluki Mr.DAPO oleh seluruh siswa-siswi
Arghatafia, yang merupakan singkatan dari ‘Mr.Danger
Poin’. Karena semua siswa-siswi yang berhasil masuk ruang BK khusus Pak
Tomo, dapat dipastikan mereka akan berhubungan dengan pertambahan POIN atau
yang terparah surat Skorsing.
Kiran segera menyentakkan cekalan tangan Bisma di tangannya.
Mereka berdua pun digiring (?) ke ruang
Kesiswaan oleh Pak Tomo.
*****
“Sekarang.. Jelaskan!” perintah Pak Tomo saat dirinya, juga dua orang siswa yang tak asing baginya telah duduk di hadapannya.
“Sekarang.. Jelaskan!” perintah Pak Tomo saat dirinya, juga dua orang siswa yang tak asing baginya telah duduk di hadapannya.
Kiran hanya menyender santai di punggung kursi yang ia duduki.
Sementara mata ungu-kebiruannya melirik tajam ke arah Bisma yang tepat duduk di
samping kanannya.
“Ini cuma masalah biasa Pak..” Bisma menyahut dengan nada
tenang, namun dalam hatinya ia sudah belingsatan sendiri. Bagaimana bisa
seorang Ketua OSIS—kepergok oleh guru Kesiswaan ter-angker, dalam keadaan sedang
melakukan sesuatu yang seharusnya ia tak melakukannnya di depan umum—tepatnya
di koridor yang ramai.
“Owh, boleh saya tau se-biasa apa masalah kalian
sampai-sampai cara penyelesaiannya harus dengan dempet-dempetan di koridor kaya
gitu?” tanya PaK Tomo tajam.
“Saya gak bohong Pak. Ini cuma masalah biasa—dan gak penting
untuk diketahui oleh Bapak.” Bisma mengucapkannya dengan sedikit melirik ke
arah Kiran yang masih dengan santai menyender di punggung kursi. Tak ada reaksi
dari gadis itu.
“Ehm.. Se-biasa apa masalah kamu sama Kiran sampai
dempet-dempetan kaya gitu?” Pak Tomo mengulang pertanyaannya seolah tak
menggubris penolakan penjelasan dari Bisma.
“Saya gak tau apa yang akan terjadi jika saya tidak segera
datang. Apa kalian sudah berbuat jauh tadi?” Pak Tomo melanjutkan ucapannya
yang terdengar seperti kalimat tuduhan.
Kiran menarik nafas lalu membuangnya cepat. Sudah cukup ia
berdiam diri. Gadis itu menegakkan posisi duduknya, seraya menatap datar guru
kesiswaan di hadapannya.
“Kita kan udah bilang cuma masalah biasa Pak! Bapak tuh
ngerti gak sama Hak Asasi Manusia? Bapak kan guru, pasti taulah tentang adanya
peraturan supaya gak ikut campur dalam masalah pribadi seseorang? Apalagi ini
bukan hanya masalah satu orang, ini masalah kami Pak. Saya dan cowok ini. Jadi
saya mohon dengan sangat Bapak gak usah repot-repot ngurusin masalah kami juga.
Sekarang Bapak to-the-point aja deh. Saya mau di skorsing apa gak?” Mata
Mr.Dapo melotot sempurna, ia memang telah mendengar seberapa beraninya Gangster
cantik di depannya ini dari guru-guru kesiswaan lain, namun baru kali ini ia
merasakannya secara langsung. Ucapan gadis bermata khas ini begitu melekat di
telinga juga otaknya. Rahangnya mengeras seketika. Kedua telapak tangan yang
ada di atas meja kini telah mengepal sempurna.
Bisma yang tak kalah kaget dengan ucapan Kiran hanya bisa
melihat gadis itu dengan tatapan tak percaya, dan mulut yang sedikit menganga.
Bisma menelan ludahnya sendiri kemudian.
“Bapak kok diem sih? Saya ini bertanya sama Bapak. Saya mau
di kasih Poin lagi, atau langsung di skors?” Kiran sedikit geram karena
pertanyaannya di acuhkan. Nyatanya, ia memang tak sedikitpun takut dengan
Mr.Dapo di depannya ini—yang sukses membuatnya semakin jengkel karena terlalu
bertele-tele.
“Kamu gak di ajarin sopan santun, hah?!” balas Mr.Dapo
dengan sedikit nada membentak. Bisma semakin geleng-geleng tak tau harus
bebruat apa saat ini.
“Lho.. Saya kan tanya baik-baik sama Bapak? Kalo saya gak
punya sopan santun, udah dari tadi saya pake bahasa kasar ke Bapak. Sekarang
siapa yang gak punya sopan santun, ada orang nanya tapi gak di jawab?” Kiran
sedikit tersenyum meledek melihat lawan bicaranya sudah tersungut amarah.
“KAMU BILANG SAYA GAK PUNYA SOPAN SANTUN, HAH?!!” Suara
bentakan Pak Tomo menggelegar di semua sudut ruangan kesiswaan khusus kelas 12
tersebut, bahkan juga dapat terdengar hinnga ke luar ruangan—tempat dimana
beberapa sekelompok manusia yang mengerumuni daun pintu dengan tujuan bisa
mendengar apa yang terjadi di dalam.
Tubuh Bisma menegang sempurna mendengar suara Pak Tomo yang
jelas emosi dengan level up. Sementara gadis di sampingnya tak berekpresi,
sudut bibir kanannya terangkat. Mencetak sebuah senyuman merendahkan lawan
bicara yang jauh lebih tua dari usianya itu.
“Wowoo.. Bukan saya lho, yang bilang begitu Bapak Tomo
Budiarto yang terhormat.” Balas Kiran masih dengan nada yang tenang, namun
terselip nada mengejek.
`BRAKK`
“CUKUP!! Saya akan membuat surat panggilan untuk orang tua
kamu! Besok jam istirahat pertama mereka harus menemui saya!” putus Pak Tomo
dengan nada tegas, berusaha untuk tidak semakin terbawa amarahnya. Mendengar
keputusan Pak Tomo, Kiran hanya tersenyum kecut. Sementara Bisma menatap
khawatir ke arah Kiran. Ia menyadari ada sesuatu yang salah dari ucapan Pak
Tomo.
“Bapak lupa, atau pura-pura gak tau? Yang ada kan cuma Tuan
Arghawijaya—seorang. Lebih baik Pak Tomo langsung kasih surat itu ke ‘Dia’.
Saya sih gak yakin kalo Tuan terhormat seperti Beliau akan peduli sama hal gak penting yang menyangkut saya kaya gini.” tandas
Kiran membuat Pak Tomo dan juga Bisma terdiam. Mereka menatap Kiran yang sedang
mengalihkan pandangan ke arah langit-langit ruangan itu. Terpaku saat mereka
menyadari bahwa gadis itu sedang berusaha untuk menghentikan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Sesaat kemudian semburat senyum miris mulai tergaris di
bibir mungilnya. Pak Tomo baru menyadari bahwa dia salah berucap. Lelaki
berumur kepala empat itu lupa—bahwa Kiran sudah tak memiliki seorang ibu, yang
ada hanya ayah—tak lain adalah Arghawijaya—pemilik SMA Arghatafia.
“Kiran—“
“Keputusannya udah final kan, Pak? Saya mau balik ke kelas,
makasih.” Kiran sengaja memotong ucapan Pak Tomo, karena ia tak mau
pertahanannya runtuh di depan guru kesiswaan yang terkenal disiplin juga tak
pandang bulu ini. Gadis berambut pirang sebahu ini langsung berdiri dari duduknya,
dan berjalan menuju pintu ruang Kesiswaan. Sementara Bisma dan Pak Tomo masih
terdiam menatap punggung gadis itu dengan tatapan yang sulit di artikan.
Terlintas perasaan bersalah—juga kasihan kepada Kiran, terutama bagi Pak Tomo.
Baru kali ini ia merasa tidak enak hati dalam memutuskan hukuman untuk Siswa
atau Siswi bermasalah yang di tanganinya. Baru kali ini. Hanya kepada Kiran
untuk pertama kali..
*****
`Bruuukk!!`
*****
`Bruuukk!!`
Seketika segerombolan
siswa—juga siswi yang sedang asyik-asyiknya ‘menguping’ di depan pintu ruangan
Kesiswaan jatuh berjamaah (?) saat sang gangster membuka pintu tersebut dari
dalam.
“Ngapain?” Kiran mengernyit heran saat melihat segerombolan
manusia sedang bertumpukan—saling menindih di sepatu sneakers yang di pakainya.
Tak hanya Kiran yang menatap heran, Pak
Tomo dan juga Bisma yang masih dalam ruangan seketika menoleh ke arah pintu
dengan pandangan ingin tau.
Segerombolan manusia yang di tatap Kiran buru-buru berdiri
dan membenarkan seragamnya masing-masing. Sedetik kemudian, mereka langsung
menampakkan gigi mereka secara berjamaah pula. Ber-cengir-ria ketika melihat
Kiran sedang memandang mereka satu-persatu dengan tatapan tajam.
“Huuuftt~” Kiran menghembuskan nafas jengkel.
“Guru sama murid gak ada bedanya.” Sekitar 20 orang yang
kini berjejer di luar ruangan Kesiswaan menatap bingung Kiran. Bingung dengan
ucapannya. Pak Tomo yang di dalam juga dapat dengan jelas mendengar ucapan
Kiran. Seketika ia melongok lebih dalam ke arah pintu yang begitu ramai di
pengkihatan, namun begitu sunyi di pendengaran. Hanya suara dari gangster
cantik itu yang terekspos.
“Gak ngerti HAM. Mau tau urusan orang. Gak ada kerjaan!”
tandas Kiran, kemudian langsung meninggalkan mereka semua—temasuk Bisma juga
Pak Tomo—yang melongo tak percaya. Mereka geleng-geleng. Kiran emang
bener-bener ceplas-ceplos.
*****
“Ehmm.. Pak!” sahut Bisma berusaha memecah keheningan diantara dirinya dan sosok guru angker di depannya. 5 menit berlalu semenjak kepergian Kiran, Pak Tomo masih terdiam. Siswa-siswi yang tadi berdiri di depan pintu ruang Kesiswaan juga masih Stay Cool berdiri dengan tampang innocent, sama sekali tak merasa risih karena telah menguping pembicaraan pribadi itu.
*****
“Ehmm.. Pak!” sahut Bisma berusaha memecah keheningan diantara dirinya dan sosok guru angker di depannya. 5 menit berlalu semenjak kepergian Kiran, Pak Tomo masih terdiam. Siswa-siswi yang tadi berdiri di depan pintu ruang Kesiswaan juga masih Stay Cool berdiri dengan tampang innocent, sama sekali tak merasa risih karena telah menguping pembicaraan pribadi itu.
“Pak Tomoooo?” panggil Bisma lagi dengan sedkit keras, dan
lambaian tangan di depan wajah Pak Tomo. Bisma sedikit ngeri sebenaranya
melakukan hal itu.
“Ehm, yah! Ada apa Bis?” akhirnya roh Pak Tomo yang tadi
sempat melayang telah kembali pada raganya. Mendengar respon Pak Tomo, Bisma
jadisalah tingkah sendiri. Ia mengusap tengkuknya sendiri.
“Umm, saya—gimana Pak?” Bisma menunjuk sirinya dendiri
dengan telunjuk tangan kanannya.
“Gimana apanya?” Pak Tomo masih nggak ngeh.
“Lha, itu—aduh.. Itu loh Pak..” Bisma jadi kikuk sendiri.
“Itu apa Bisma Karisma?!” emosi Pak Tomo mulai naik ke level
middle up kembali.
“Sa-Saya gimana hukumannya?” tanya Bisma terbata-bata. Pak
Tomo menatapnya sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di dagunya.
“Hmm.. Ya jelas sama kaya’ Kiran-lah! Besok jam istirahat
pertama, orang tua kamu atau salah satu dari mereka harus menemui saya.”
perintah Pak Tomo akhirnya. Bisma membuang nafas pasrah. Mau gimana lagi? Ia
yakin betul, nyanyian sumbang dari sang Mama akan segera di dengarnya saat ia
memeberitahu tentang hal ini.
“Hahh.. Yaudahlah Pak..” Ucap Bisma pasrah seiring dengan
berdirinya ia dari kursi ‘panas’-nya. Mantan
kekasih Kiran tersebut berjalan gontai ke luar ruangan, merasa tak dapat
berharap supaya ada keringanan dalam hukumannya. Apapun, asal jangan panggil
orang tua, batin Bisma.
Baru beberapa langkah, suara Pak Tomo kembali terdengar.
“Bisma!” wajah Bisma terangkat, mungkin saja Pak Tomo
membatalkan hukumannya itu. Walau terkesan mustahil sih..
“Ya Pak?? Gak jadi panggil orang tua saya ya??” sahut Bisma
bersemangat sambil memutar badan, kembali menghadap guru setengah plontos
tersebut dengan tatapan berbinar.
Mata Pak Tomo melebar. Segitu PD-nya kah muridnya ini?
“Siapa bilang? Besok orang tua kamu tetap harus menemui
saya.” Jawab Pak Tomo tegas. Wajah Bisma kembali murung. Letih, lemas,
lunglai.. Persis gejala iklan obat anemia.
“Terus maksud Bapak apa manggil saya?”
Sesaat hening..
Segerombolan manusia yang masih ngintip plus nguping juga
tak ada yang bersuara. Penasaran juga sih, kenapa si Mr. Dapo manggil Bisma
lagi?
“Saya minta tolong..” jawab Pak Tomo dengan memandang Bisma penuh arti. Bisma semakin gruk-garuk kepala belakangnya. Sama sekali gak ngerti maunya nih guru satu apa?
“Saya minta tolong..” jawab Pak Tomo dengan memandang Bisma penuh arti. Bisma semakin gruk-garuk kepala belakangnya. Sama sekali gak ngerti maunya nih guru satu apa?
“Tolong apaan Pak?”
“Kerokin saya yah! Saya masuk angin kaya’nya.”
“HAH??!”
`Gubrakk`
Segerombolan manusia pingsan berjamaah. Bisma berdiri mematung, menatap Pak Tomo dengan mulut menganga lebar..
*****
Sementara itu, di atap gedung SMA Arghatafia yang berlantai 5.. Terdapat seorang gadis yang tengah duduk di dekat pinggiran pembatas gedung sekolah tersebut. Gadis berwajah oriental itu duduk dengan memeluk kedua lututnya. Mata sipitnya terpejam, wajah putih bersihnya menengadah ke arah langit. Dia Kiran—yang tadi mengaku akan kembali ke kelasnya.
Segerombolan manusia pingsan berjamaah. Bisma berdiri mematung, menatap Pak Tomo dengan mulut menganga lebar..
*****
Sementara itu, di atap gedung SMA Arghatafia yang berlantai 5.. Terdapat seorang gadis yang tengah duduk di dekat pinggiran pembatas gedung sekolah tersebut. Gadis berwajah oriental itu duduk dengan memeluk kedua lututnya. Mata sipitnya terpejam, wajah putih bersihnya menengadah ke arah langit. Dia Kiran—yang tadi mengaku akan kembali ke kelasnya.
Cuaca memang sedikit
mendung, sehingga paras rupawannya sama sekali tak merasakan panasnya matahari
yang tertutupi awan kelabu. Angin berhembus cukup kencang, membawa helai demi
helai rambut pirang sebahu yang merupakan sisa-sisa dari ikatan asalnya
beterbangan mengikuti arah angin tersebut.
Tanpa ia sadari, air mata mengalir begitu saja membasahi
pipi chubby-nya dengan bebas. Tak ada suara, teriakan, atau isakan yang umumnya
di keluarkan kaum hawa jika sedang menangis.
Ia diam. Gadis itu diam..
Kiran semakin larut dalam tangisan sunyinya..
Kiran semakin larut dalam tangisan sunyinya..
Semakin ia mempererat pejaman matanya, semakin ia teringat
dalam kelam masa lalunya.
‘Ma.. Kiran gak tau
lagi harus gimana ngadapin hidup ini. Kiran udah capek Ma.. Capek! Semua
berubah drastis sejak Mama pergi—ninggalin Kiran..’Kiran mengadu dalam
hati, seiring dengan aliran air
matanya yang semakin deras. Namun tetap tak menimbulkan sedikitpun suara.
‘Maaf Ma.. Maaf..
Kalo aja Kiran gak ngotot—gak maksa Mama buat jemput Kiran, mungkin sekarang
Mama masih disini. Masih sama Kiran—juga Papa..’
‘Gue emang bego!
Egois! Manja gak mandang situasi!’
‘Andai waktu bisa di
putar.. Kiran mau Mama yang hidup. Kiran mau Kiran yang ada di tanah merah
itu.. Kiran kangeeenn banget sama Mama.’
‘Kiran gak tau berapa
kali Kiran nangis. Maafin Kiran yah Ma.. Kiran gak bisa nepatin janji buat gak
nangis lagi. Itu mustahil Ma, Kiran gak mungkin gak nangis setiap Kiran kangen
sama Mama.. Kiran kangeenn, jemput Kiran Ma! Kiran mau ikut Mama!’
“Hiks, hiks..” akhirnya isakan itu timbul juga. Kiran sudah
tak mampu menahan perihnya saat dirinya butuh seseorang. Yang mengerti dirinya—seperti
Mamanya. Gadis itu menelungkupkan kepalanya yang tadi menengadah, kini
tenggelam di antara lutut yang di peluknya.
“Kiran??” terdengar suara seseorang di belakang Kiran. Gadis
itu tentu mendengarnya, namun ia sengaja tak megangkat kepalanya. Seperti
biasa, Kiran berusaha untuk menghapus air matanya dengan gerakan samar dan perlahan
yang sampai saat ini menjadi keahliannya dalam
menutupi keadaan di saat dirinya kembali terpuruk.
Sedikit demi sedikit, seseorang yang memanggil Kiran
tersebut berjalan semakin mendekat ke arah Kiran yang masih duduk
memunggunginya.
Setelah dirasa tak ada air mata lagi yang membasahi pipinya,
Kiran menengadahkan wajahnya. Sedikit menoleh ke belakang, untuk mengetahui
siapa seseorang itu.
“Wahh.. Ternyata bener sii Gangster cakep! Azeekk.. ” seru
Dicky dengan nada ceria, seakan tak ada masalah sedikitpun dalam hidupnya.
Cowok imut itu sekarang duduk di samping kanan Kiran. Sementara Kiran sendiri
hanya melengos, membuang nafas pasrah saat melihat Dicky.
“Sendirian disini?” Dicky membuka percakapan dengan
pertanyaan yang basi menurut Kiran.
“Elo buta?!” balas Kiran sinis. Dicky yang memang sudah
kebal dengan sikap jutek Kiran, hanya menanggapinya dengan tertawa kecil.
“Are you crazy?!” Dicky semakin lebar tertawa melihat wajah
sinis Kiran.
“Ya.. I’m crazy—because of you..” goda Dicky. Bukannya
tersenyum malu, Kiran malah menjitak kepala Dicky.
`Takk!`
“Auww.. Sakiit Raann..” rengek Dicky seperti seorang
balita—sambil terus mengusap bagian kepala yang dijitak Kiran. Menatap gadis
itu dengan tatapan memelas. Namun Kiran masih tak menanggapinya, ia menatap
lurus ke depan. Tatapannya kosong. Dan Dicky dapat dengan mudah membaca itu.
“Waeyo? (kenapa?).”
nada bicara Dicky berubah menjadi lembut dan serius. Sifat bercandanya kini
mendadak hilang entah kemana.
Kiran pun tersentak, ia menoleh ke arah Dicky sekejap. Lalu
kembali menatap lurus ke depan.
“Nothing..”
“Don’t lie to me..” pinta Dicky, sekarang Kiran dapat
mendengar jelas nada khawatir dari ucapan siswa baru ini.
“Be honest Kirana.. I know you have a problem now.” Dicky
mengangkat tangan kanannya, ia memegang dagu Kiran pelan—menolehkan wajah Kiran
untuk menatapnya.
Kiran tertegun selama beberapa detik. Namun saat ia sadar,
ia langsung menepis pelan tangan Dicky. Gadis itu lagi-lagi menatap lurus ke
depan. Seolah pemandangan hampa di depannya lebih menarik daripada menatap
Dicky—menatap matanya.
“I'm not lying
to you.. I don’t have a problem now Dicky..” Dicky
terdiam, mendengar kalimat itu dari mulut Kiran. Dicky menatap cemas Kiran,
bukan berarti ia percaya sepenuhnya dengan ucapan Kiran tadi.
“Stop look at me like that!” ketus Kiran yang menyadari
tatapan Dicky. Dicky pun terkekeh.
“Owh.. Come on Kirana. Although we'd just met, but for
some reason I've felt that I've known
you for a long time. In spite of
myself, I feel there is something wrong in you’re self. Although I don’t know what it is, but I'm sure you must
be strong. (Owh..
Ayolah Kirana. Meski kita baru aja kenal, tapi gue gak tau kenapa gue ngerasa
kalo gue udah kenal elo dari dulu.
Tanpa gue sadari, ngerasa ada sesuatu yang salah di diri elo. Meski gue gak
tahu apa itu, tapi gue yakin elo pasti kuat)” Kiran terdiam mendengar
ucapan Dicky. Sementara mata Dickymasih setia untuk memperhatikan Kiran.
“Berentiin omongan gak penting elo sekarang.” ucap Kiran
akhirnya dengan nada yang kembali ketus.—membangun topeng itu lagi. Dicky
tertawa sinis.
“Neo jeongmal yeppeuda. (Elo
cantik banget.)” goda Dicky tiba-tiba. Entah apa maksudnya, namun ia hanya
ingin keluar dari pembicaraan yang terkesan terlalu jauh tadi—untuk ukuran
orang yang baru kenal.
Kiran mengernyit. Maksudnya apa lagi ni bocah?
“Stop it!” Kiran geram. Dipikirannya, Dicky seperti
berkarakter ganda. Dengan cepat cowok itu berubah menjadi karakter awal. Ceria,
suka ngegodain.
“Hahaha.. You’re so cute beibh..” Dicky mencolek dagu Kiran.
Kiran bergidik sambil berusaha menjauh dari duduknya Dicky.
“Ihh, bisa masuk RSJ gue deket-deket sama elo!” umpatnya
membuat Dicky semakin ngakak. Cowok itu tak dapat lagi menahan tawanya yang
meledak-ledak. Ia sangat suka melihat ekspresi ngeri Kiran. Tambah imut, batin
Dicky.
“Hahahaha.. Muka elo pengen gue bekep Ran!”
`TAKK!`
Seketika Dicky meringis saat mendapat pukulan yang cukup
kencang di ubun-ubunnya. Kiran tersenyum mengejek.
“Ada juga muke elo yang gue jadiin bemper mobil. Kunyuk!!”
Kiran langsung berdiri, dan belari meninggalkan Dicky yang masih meringis.
Sesaat kemudian..
“Lha? Gue di tinggal lagi? LAGI?!! Innalillaahhh….”
*****
To be continued..